Assalamualaikum visitor..
Setelah sebulan "mengistirahatkan" diri di
kampung halaman, tiba saatnya kembali ke kehidupan nyata. Sebelum cerita lebih
jauh, alangkah baiknya jika kita sama-sama membaca "basmallah" dan
mencoba memahami makna dari judul coffee break kali ini he-he.
Rasa pahit adalah rasa manis yang malu-malu. Apa maksudnya?
Setelah menyadari, ternyata sudah dua
tahun hidup sendiri ditanah rantau dan hanya ditemani oleh banyak teman baik
dari berbagai kota di Indonesia. Asam, manis, bahkan pahitnya sudah banyak
terasa dan akan sangat sulit jika harus dijelaskan satu persatu.
Kehidupan
di tanah rantau mengajarkan banyak hal, yang pertama pastinya apa itu hidup
mandiri? Apa itu sabar? Apa itu ikhlas menjalani hari-hari yang tentunya kadang
terasa lebih berat karena dijalani sendirian.
Tapi
seriously yaa, pahitnya Cuma 30% dari100% tapi perbandingan kaya gini mungkin
karena Alhamdulillah hidupku di tanah rantau berkecukupan karena kiriman dari
orangtua selalu lancar walaupun “berkecukupan” disini dalam artian ke cafe
sangat diminimkan, selalu bawa tumblr dengan beraneka ragam bentuk tiap hari
biar gak bosen padahal tetap aja isinya air putih, ke mall kalau memang
bener-bener gabut, dan beli apapun itu harus dilist dulu dan mengutamakan yang
dibutuhkan serta mengesampingkan yang diinginkan. Untuk aku pribadi lebih
senang menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan kota daripada di mall,
alasannya sederhana sih, di perpus cuma modal dua ribu (uang parkir) tapi bisa
dapat ilmu super banyak dan waktunya gak terbatas pula. Tapi kalau dimall? Lebih
dari sejam aja uang parkirnya udah dua kali lipat (medit for lyfe *maklum anak
kos). Yaa itu bagi teman-teman yang memang hobi baca buku, kalau temen-temen
hobi olahraga silahkan ke pusat kebugaran, bagi yang hobi masak silahkan dikos
cobain semua resep baru, dan bagi yang hobi tidur, serius aku gak nyaranin buat
tidur terus dikos.
Kembali
ke tema, rasa pahit adalah rasa manis yang malu-malu. Pahit itu kalau diresapi
dalam-dalam akan berakhir enak kan? Contoh sederhananya kaya kopi, saat hujan
kemudian kita buat kopi, pakai air panas yang baru mendidih, gulanya satu
sendok aja, kemudian diminum diteras sambil liat hujan waktu senja, kopi panas
tadi perlahan kita cium wanginya, kita seruput airnya, rasa pahit singgah
dilidah, sampai ke kerongkongan, luar biasa nikmat, masya Allah! Rasa pahitnya
itu cuma kaya rasa manis yang menjelma gitu loh, semoga kalian paham maksudku. Perumpamaan
ini adalah umpama merantau dan rasa sakit yang kita alami, pedih tapi nikmat
jika diresapi. Contoh rasa pedih itu saat bulan masih menunjukkan tanggal 17 tapi saldo sisa 100 ribu dan untuk nelfon orang tua buat minta uang adalah hal yang sangat memalukan, rasa pedih yang kedua saat ban motor pecah diakhir bulan (serius, ini pedih banget), rasa pedih yang ketiga saat kamu udah laper-lapernya, udah kere-kerenya, dan niat rebus indomie tapi ternyata gas dikosan habis! (pedih luar biasa), banyak lagi kepedihan-kepedihan lain yang lucu sekali kalau dibayangkan tapi sungguh tak lucu jika dialami.
Alhamdulillah
aku bersyukur punya kesempatan merantau jauh dari kampung halaman untuk bisa
menimba ilmu dan merasakan berbagai macam pengalaman yang mungkin gak akan aku
dapatkan kalau aku hanya berdiam diri di kampung halaman. Dengan jauh dari
orangtua, dulunya aku berpikir “wah apa bisa bebas kaya anak-anak kota besar
ya?” , “wah bisa ngemall tiap hari”, “wah bisa main sama temen tanpa ada yang
nyariin lagi”. Dan wah wah yang lainnya.
This
is totally wrong, semenjak merantau malah pemikiran-pemikiran kaya gini
bener-bener gak ada dan tidak terlaksana. Mau bebas? Kalau bebas juga mau
ngapain kan? semakin jauh, semakin sendirian, semakin ngerasa kita cuma bergantung
sama Allah swt disini dan gak punya siapa-siapa lagi, malah semakin bikin kita
mendekat padaNya. Niat buat melakukan hal yang aneh-aneh pun gak ada karna
memang umur yang sudah makin dewasa, beban kalau ngingat orang tua dikampung
halaman susah payah nyekolahin anaknya jauh-jauh, sukses banget bikin kita
semakin usaha buat hijrah, hijrah jadi pribadi yang lebih baik. Tapi opini ini
juga gak semua anak rantau alamin ya, gak sedikit juga anak rantau yang mungkin
keluar batasan.
Curhat
sedikit, setelah lulus SMA dan merantau aku sempat punya pacar dan LDR. Seru sih
tapi tiap malam kaya dihantui rasa bersalah. Biar dibilang pacaran syar’i lah,
pacaran gak ngapa-ngapain karna jauh lah, dan hal-hal yang bikin kita sempat
bertahan hampir dua tahun tetep aja aku tau ini dosa. Sebenarnya karna lingkungan
yang juga sangat mendewakan Jomblo Sampai Halal sih, dan akhirnya sukses bikin
aku harus meninggalkannya he-he. Semenjak di tanah rantau juga kaya merasa
benar-benar sama teman itu sudah kaya saudara karna memang cuma mereka yang
kita punya, padahal sejujurnya aku adalah orang yang tidak begitu ‘suka’
berteman terlalu dalam weitssss, tapi kondisi yang buat kamu harus menjalani
apapun yang kamu gak suka padahal sebenernya itu baik buat kamu.
Jiwa
empati dan simpatimu juga sangat diasah disini, meringankan beban orang lain
jadi suatu kewajiban ketika kamu berpikir “kalau aku yang ada diposisi dia
gimana?”, “kalau suatu waktu aku juga butuh bantuan gimana?” sebenernya kalau
nolong harus tanpa pamrih sih, tapi ini kaya motivasi gitu lohJ.
Lebih
responsif terhadap lingkungan. Nah kalau yang ini garis keras sekali, honestly
aku adalah orang yang bener-bener apatis (kuakui itu). Tapi semenjak merantau
kaya pelan-pelan belajar dan mencoba menyesuaikan dengan lingkungan, hidup
dilingkungan jawa tentunya sangat menjunjung tinggi yang namanya kepedulian,
kesopanan, dan keramahan, alhasil berubahlah kebiasaan apatisku itu.
Sebenarnya
banyak sekali hal baik dan tentunya dibarengi hal jahat yang juga ikut ambil
andil dalam menentukan akan jadi seperti apa kamu saat jauh dari orangtua. Tergantung
bagaimana kita berpikir, mencari lingkungan sosial, menyadarkan diri kalau
orangtua sangat mengharapkan kesuksesan kita. Saran buat teman-teman yang baru
mau merantau, yang sedang merantau, ataupun yang hampir selesai diperantauan. Jangan
sia-siakan kesempatan berharga ini, jadilah sebaik-baiknya manusia yang
bermanfaat bagi orang banyak, jikapun belum bisa untuk orang banyak untuk orang
sedikit pun tidak apa-apa. Jauhkan mindset bahwa hidup jauh dari orangtua akan
membawa pada kebebasan, akan membawa pada hidup yang penuh dengan hedonisme,
jauh dari peraturan agama, bebas menikmati masa remaja dengan kekasih, jauhkan
lah pikiran seperti ini sejauh-jauhnya. Hidup memang sekali, tapi kesempatan
untuk memperbaiki diri apakah yakin akan datang lagi?
Sekian, Wassalamualaikum J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar