Jumat, 28 Juli 2017

Adikku, satu-satunya (Super Brother part I)


28 juli 17'
Malang, perpus kota 14.00 wib

Ngeliat sengatan matahari diluar sana kok menyengat banget? Tiba tiba ingat ade satu satunya yg skarang lagi berjuang ditanah rantau. Dimataku, malik (panggilan kesayangan) masihlah anak kecil, walaupun skarang dia sedang dalam pertumbuhan yg amat cepat dan sudah menginjak umur 15 tahun.
Biasanya, jam segini, di kota kita, dulu waktu aku smp dan dia masih sd kita biasanya dijemput papa pakai pickup yang mana Ac hanyalah pajangan dimobil itu, yg mana duduk ditengah adalah neraka kecil didunia (alay serius). Intinya Tarakan tempat kita lahir adalah kota yg super panas, panas yang tak terkondisikan jadi kalau dijemput naik mobil tanpa ac pas pulang sekolah pula, kalian pasti bisa membayangkan gimana panasnya.
Mungkin karna aku cuma punya satu ade dan satu kakak, jadilah rasa sayang yg begitu besar amat tercurahkan pada mereka berdua terlebih adik. 

Melewati hari hari bersama, dia lahir waktu aku masih TK, terbilang cukup pas untuk ukuran kematangan seorang kakak untuk memiliki adik. Dulu senang sekali, waktu dia masih bayi dan sedang lucu-lucunya, beranjak gede nakalnya pun semakin bertaambah (ini wajar). Jatah bermainku pun berkurang karna cuma bisa ngeluarin mainan pas dia bobo, kalau rela semua mainan rusak silahkan saja bermain waktu dia terjaga, maka selamat tinggal wkwk.tapi gak jarang kita juga main bareng (kalau lagi akur), mainan paling aman untuk dimainin bareng ya cuma PS (bukan ps sih cuma mirip ps)

Beranjak besar, nakal dan jahilnya ikut berkurang dan malik semakin menunjukkan bakatnya, bakat yg gak dimiliki oleh dua kakaknya. Menggambar. Percaya gak aku yg waktu itu sudah smp tapi minta digambarin sama dia yg masih sd kelas tiga, dan semua teman sekelasku gak percaya sama gambaranku (kebagusan katanya) oh poor me. 
Selain menggambar, malik suka hal hal yang berbau reparasi. Banyak mainannya yg dibongkar tapi gak bisa dikembalikan, tapi perlahan setelah membongkar cukup banyak mainan akhirnya mulai bisa membongkar dan bisa mengembalikan.

Malik juga sering ikut lomba hapalan surah pendek, azan, atau hal-hal yg berbau al-quran. Percayalah, inilah awal mula pembentukan masa depannya. 

Berdasarkan pengalaman kakaknya ini, yg dicap sebagai santri gagal karna cuma bertahan satu minggu dipondok, mama papa tetap punya keinginan agar ada salah satu  anaknya yg melanjutkan sekolah dipondok dan menjadi penerang dalam keluarga, menjadi panutan, menjadi pioneer perubahan dalam keluarga agar kelak generasi setelah kami pun bisa menjadi ahli agama yang amanah, Aamiin kan bareng yaa :)

Setelah malik lulus smp, aku semester lima di perkuliahan, dan kakak sudah berkeluarga, diputuskan lah malik harus masuk pondok pesantren tahfidz. Bukan harus sih tapi memang keinginan dia juga mau menjadi hafidz dan menjadi imam besar, Aamiin kan bareng lagi yaa hehe. 

Hari itu, 5 juli 2017. Mama buat acara kecil-kecilan dirumah buat ngundang keluarga dekat sekedar makan siang sekaligus mendoakan reza (nama aslinya) agar sukses diperantauan. Sempat menghabiskan 3 minggu liburan perkuliahan dikampung halaman sukses bikin aku sadar kalau ternyata adik ku semata wayang ini sudah dewasa, lebih tepatnya hampir dewasa. Dia yg dulu masih sering kumandikan, masih sering aku buat nangis, sering jambak rambutku, sering aku kerjain pr nya, sekarang sudah besar dan mulai merasakan kehidupan yang sebenarnya. 

Hari keberangkatan tiba, cuma mama yang ikut mengantarkan reza ke Jakarta. Sedangkan aku, papa, kakak, kakak ipar serta nenek dan kakek hanya mengantar sampai di bandara. Awalnya biasa saja, tapi saat memasuki ruang check in dan dia menoleh kebelakang sebentar. Gak tau kenapa, bulir bulir air mata seakan nonjok nonjok pengen jatuh, pengen banjir aja, awalnya aku berusaha buat nahan karna ini cukup memalukan ketika yg lain hanya memperlihatkan raaut sedih tapi tak ada air mata.
Tiba tiba flashback dikepala mulai terputar. Saat kecil, waktu aku mama papa dan reza masih bisa boncengan naik motor berempat, waktu aku "mandi bola" di salah satu mall tapi dia cuma liatin drri luar sambil nangis karna mama gak bolehin (dia masih balita), waktu aku kelas 6 sd dan dia kelas 1 sd, aku yg antarin ke kelas pertama kali dihari pertamanya sekolah.

Setelah kusadari ternyata kesedihanku ini bukan karena sedih dia harus pergi dan merantau, tapi karena waktu yang sudah kita lewatin bener bener gak bisa diulang lagi. Kita sudah sama sama dewasa dan mencari jati diri masing-masing. Aku ke malang, dia ke jakarta, mama dan papa dikota Kami, Tarakan. Jauh dan berjarak tapi inilah kenyataannya. Kenangan masa kecil kami hanyalah kenangan yg indah jika diingat dan dijadikan pelajaran. Pertemuan akan menjadi hal yang sangat berharga ketika kami terbiasa dengan jarak seperti ini. 

Teruntuk adikku satu-satunya,
Semoga dimudahkan setiap langkahmu menggapai cita cita yang akan bermanfaat untuk orang banyak, semoga kalimat kakak yg selalu diulang-ulang akan terus kau ingat "semakin berisi maka semakin merunduk", dan semoga dengan suksesnya kamu disana akan menjadi pioneer teladan bagi keluarga besar kita, bagi mama papa, bagi kakak ade dan kak kiki, bagi Agama, dan bagi banyak orang. Jadilah peringan langkah kami menuju surgaNya.

Semangat dik, 
Jihad fisabilillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Coffee Break diujung usia Quarter Life Crisis (25)

 Alhamdulillah... menghitung hari akan memasuki usia 26. Rasanya tahun ini sangat berbeda dari tahun sebelumnya, matahari sepertinya sudah j...