Jumat, 28 Juli 2017

Kakakku, satu-satunya (Super Brother part II)



Kurang lengkap rasanya jika sudah membahas adikku satu-satunya tapi bel  um membahas kakakku satu-satunya. Kak kiki (nama panggilan). Kakak laki-laki kebanggaanku (karna emang cuma punya satu kakak), anak pertama di keluarga, cucu pertama dari keluarga papa, dan akan menghasilkan cucu pertama juga buat mama dan papa. Serba pertama ya betewe.

Terpaut 8 tahun sama k kiki bikin aku gak begitu banyak mengingat kenangan masa kecil kami, karna saat aku masih bayi pun kakak ku sudah besar. Walaupun begitu, aku tetap mengingat saat-saat antri di pale-pale yang jualan gambar-in disekolah samping rumah dan beli yang gambarnya amigos (anak 90-an pasti tau), main ayunan dibawah pohon depan rumah yg papa bikinin tapi dirusakin sama anak sd samping rumah, main sepeda dalam rumah (saking magernya ) dan buat kota dari rumah-rumahan hadiah majalah bobo (90an on the story). 
Dan banyak lagi kisah lain yg sebenarnya seru karna khas anak 90-an tapi sulit sekali jika kuingat karna waktu itu aku masih balita. 

Waktu aku kelas 4 SD, ka kiki sudah sma, waktu aku smp, ka kiki sudah kuliah, dan waktu aku kuliah, k kiki sudah nikah dan bakal punya anak (doain yaa). Jadi jarak umur yang jauh membuat kami tak begitu banyak
Menghabiskan waktu bersama mengingat kakak ku itu salah satu orang yang "mengaku" eksis dimasanya. Menjadi pengurus osis aktif, menjadi salah satu vokalis band "yang katanya" terkenal di sma nya atau dijamannya mungkin, dan menjadi pemain basket "amatiran" bener bener sukses bikin aku ga ingat banyak soal kebersamaan kami.

Tapi walaupun tak begitu banyak menghabiskan waktu bersama, saat kuliah diluar kota begini dialah yg menjadi satu-satunya teman curhat yg "lumayan" lah wkwk. Curhat soal kuliah, teman, masa depan, maupun percintaan biasanya selalu diladenin mungkin karna dia tahu aku susah sekali curhat sama orang lain (siapapun). 
Waktu smp dulu, melepas ka kiki merantau kuliah dimalang juga menjadi salah satu pengalaman yg sedih walaupun sedihnya cuma hari itu aja dan lebih beharap dia cepat pulang biar dapat oleh-oleh (oke maap:D)

Walaupun terlihat cuek sebenarnya kakak ku ini sama kaya aku, sayang tapi pencitraan. Sebagian besar boneka yang ada ditempat tidurku, dikamar, dirumah kami, semuanya beliau yg kasih. Entah kado, oleh-oleh, atau memang aku yg minta beliin :D. Gak cuma boneka, handphone ku yg sekarang sudah hampir butut pun kakak ku yg beliin, yg sebelumnya juga, yg sebelumnya juga kayanya. Sepatu juga, dulu jaman smp "iseng" posting foto sepatu ditwitter (berharap ada yg peka), ternyata bener beliau adalah kakak yg super peka, ahh thanksfull ya Allah atas pemberian kakak seperti ini. Buku juga, sebagian besar buku dirakku adalah pemberian olehnya. Perasaan semuanya pemberian yaa wkk.

Walaupun aku sadar, kayanya terakhir kali aku kasih k kiki kado jaman kapan gitu, sampe lupa saking lamanya. Jujur ini bukan karena apa, aku yg minder mau  ngasih kado karna tahu selera beliau tinggi ntar kalau aku beliin yg biasa biasa cuma diketawain lagi (suudzon ya?) mau beliin yg luar biasa pun anak kos ini belum sanggup he-he, so tunggu waktunya aja ya akak, minta doanya.


Sekarang k kiki sudah menjadi bakal Ayah (Insya Allah), gak terasa saat aku ngantarin dia ke bandara untuk merantau, sebaliknya aku yang diantar, dan sekarang sudah semakin berumur (tua wkk). 
Semoga bisnis ka kiki semakin lancar dan berhasil menjadi pengusaha muslim yang kaya dan bermanfaat bagi orang banyak, bagi umat, bagi keluarga dan agama, Aamiin. Semoga jadi bapak dan suami dan kakak dan anak yang soleh dan teladan bagi ade, bagi eja, bagi istri, bagi mama papa, bagi calon bayi, dan bagi orang banyak, Aamiin. 

Semoga persaudaraan ini menjadikan kita senantiasa memperbaiki diri dan menjadi hambaNya yang taat. Aamiin.

Teruntuk kakaku satu-satunya,
Terimakasih sudah menjadi kakak dan sahabat yg baik untuk ade, yg ikhlas menjadi tampungan curhat dan peraduan kesulitan, serta menjadi sumber keuangan kedua setelah mama he-he.

Adikku, satu-satunya (Super Brother part I)


28 juli 17'
Malang, perpus kota 14.00 wib

Ngeliat sengatan matahari diluar sana kok menyengat banget? Tiba tiba ingat ade satu satunya yg skarang lagi berjuang ditanah rantau. Dimataku, malik (panggilan kesayangan) masihlah anak kecil, walaupun skarang dia sedang dalam pertumbuhan yg amat cepat dan sudah menginjak umur 15 tahun.
Biasanya, jam segini, di kota kita, dulu waktu aku smp dan dia masih sd kita biasanya dijemput papa pakai pickup yang mana Ac hanyalah pajangan dimobil itu, yg mana duduk ditengah adalah neraka kecil didunia (alay serius). Intinya Tarakan tempat kita lahir adalah kota yg super panas, panas yang tak terkondisikan jadi kalau dijemput naik mobil tanpa ac pas pulang sekolah pula, kalian pasti bisa membayangkan gimana panasnya.
Mungkin karna aku cuma punya satu ade dan satu kakak, jadilah rasa sayang yg begitu besar amat tercurahkan pada mereka berdua terlebih adik. 

Melewati hari hari bersama, dia lahir waktu aku masih TK, terbilang cukup pas untuk ukuran kematangan seorang kakak untuk memiliki adik. Dulu senang sekali, waktu dia masih bayi dan sedang lucu-lucunya, beranjak gede nakalnya pun semakin bertaambah (ini wajar). Jatah bermainku pun berkurang karna cuma bisa ngeluarin mainan pas dia bobo, kalau rela semua mainan rusak silahkan saja bermain waktu dia terjaga, maka selamat tinggal wkwk.tapi gak jarang kita juga main bareng (kalau lagi akur), mainan paling aman untuk dimainin bareng ya cuma PS (bukan ps sih cuma mirip ps)

Beranjak besar, nakal dan jahilnya ikut berkurang dan malik semakin menunjukkan bakatnya, bakat yg gak dimiliki oleh dua kakaknya. Menggambar. Percaya gak aku yg waktu itu sudah smp tapi minta digambarin sama dia yg masih sd kelas tiga, dan semua teman sekelasku gak percaya sama gambaranku (kebagusan katanya) oh poor me. 
Selain menggambar, malik suka hal hal yang berbau reparasi. Banyak mainannya yg dibongkar tapi gak bisa dikembalikan, tapi perlahan setelah membongkar cukup banyak mainan akhirnya mulai bisa membongkar dan bisa mengembalikan.

Malik juga sering ikut lomba hapalan surah pendek, azan, atau hal-hal yg berbau al-quran. Percayalah, inilah awal mula pembentukan masa depannya. 

Berdasarkan pengalaman kakaknya ini, yg dicap sebagai santri gagal karna cuma bertahan satu minggu dipondok, mama papa tetap punya keinginan agar ada salah satu  anaknya yg melanjutkan sekolah dipondok dan menjadi penerang dalam keluarga, menjadi panutan, menjadi pioneer perubahan dalam keluarga agar kelak generasi setelah kami pun bisa menjadi ahli agama yang amanah, Aamiin kan bareng yaa :)

Setelah malik lulus smp, aku semester lima di perkuliahan, dan kakak sudah berkeluarga, diputuskan lah malik harus masuk pondok pesantren tahfidz. Bukan harus sih tapi memang keinginan dia juga mau menjadi hafidz dan menjadi imam besar, Aamiin kan bareng lagi yaa hehe. 

Hari itu, 5 juli 2017. Mama buat acara kecil-kecilan dirumah buat ngundang keluarga dekat sekedar makan siang sekaligus mendoakan reza (nama aslinya) agar sukses diperantauan. Sempat menghabiskan 3 minggu liburan perkuliahan dikampung halaman sukses bikin aku sadar kalau ternyata adik ku semata wayang ini sudah dewasa, lebih tepatnya hampir dewasa. Dia yg dulu masih sering kumandikan, masih sering aku buat nangis, sering jambak rambutku, sering aku kerjain pr nya, sekarang sudah besar dan mulai merasakan kehidupan yang sebenarnya. 

Hari keberangkatan tiba, cuma mama yang ikut mengantarkan reza ke Jakarta. Sedangkan aku, papa, kakak, kakak ipar serta nenek dan kakek hanya mengantar sampai di bandara. Awalnya biasa saja, tapi saat memasuki ruang check in dan dia menoleh kebelakang sebentar. Gak tau kenapa, bulir bulir air mata seakan nonjok nonjok pengen jatuh, pengen banjir aja, awalnya aku berusaha buat nahan karna ini cukup memalukan ketika yg lain hanya memperlihatkan raaut sedih tapi tak ada air mata.
Tiba tiba flashback dikepala mulai terputar. Saat kecil, waktu aku mama papa dan reza masih bisa boncengan naik motor berempat, waktu aku "mandi bola" di salah satu mall tapi dia cuma liatin drri luar sambil nangis karna mama gak bolehin (dia masih balita), waktu aku kelas 6 sd dan dia kelas 1 sd, aku yg antarin ke kelas pertama kali dihari pertamanya sekolah.

Setelah kusadari ternyata kesedihanku ini bukan karena sedih dia harus pergi dan merantau, tapi karena waktu yang sudah kita lewatin bener bener gak bisa diulang lagi. Kita sudah sama sama dewasa dan mencari jati diri masing-masing. Aku ke malang, dia ke jakarta, mama dan papa dikota Kami, Tarakan. Jauh dan berjarak tapi inilah kenyataannya. Kenangan masa kecil kami hanyalah kenangan yg indah jika diingat dan dijadikan pelajaran. Pertemuan akan menjadi hal yang sangat berharga ketika kami terbiasa dengan jarak seperti ini. 

Teruntuk adikku satu-satunya,
Semoga dimudahkan setiap langkahmu menggapai cita cita yang akan bermanfaat untuk orang banyak, semoga kalimat kakak yg selalu diulang-ulang akan terus kau ingat "semakin berisi maka semakin merunduk", dan semoga dengan suksesnya kamu disana akan menjadi pioneer teladan bagi keluarga besar kita, bagi mama papa, bagi kakak ade dan kak kiki, bagi Agama, dan bagi banyak orang. Jadilah peringan langkah kami menuju surgaNya.

Semangat dik, 
Jihad fisabilillah

Selasa, 25 Juli 2017

Jeritan hati Palestine.. #CoffeeBreak7


Assalamualaikum wr.wb

          Dinginnya malang malam ini persis mencapai 18’ derajat celcius, sukses bikin ke-mageran ini mengurungku dikamar 3x4 yang bernuansa pink ini. Setelah memilah beberapa tema yang akan dijadikan bahan blog selanjutnya, terpilihlah tema Palestine ini sebagai tema coffee break. 
          Melihat berita di tivi dan sosial media yang marak mendeklarasikan betapa para zionis Israel amatlah tak berprikemanusiaan bahkan seperti tidak punya hati atau memang benar tidak punya hati?. Melihat kejadian seperti ini seakan memberi alarm jelas untuk kita para muslim yang berada di negara mayoritas untuk senantiasa bersyukur karena masih bisa dengan bebasnya beribadah tanpa ditemani suara bom dan jeritan tangis memohon untuk diperbolehkan beribadah di mesjid, di tanah, di negara yang jelas-jelas adalah milik mereka sendiri tapi direbut dengan cara binatang seperti itu, naudzubillah.
          Tak sedikit orang tua, anak kecil, bahkan bayi mati terbunuh setiap harinya ditanah Palestine. Tapi tak sedikit juga bayi kembar yang lahir ditanah Palestine, Sungguh Allah swt Maha pengasih lagi maha penyayang. Ketika banyak dari generasi penerus Palestine mati terbunuh, banyak pula yang Alla swt anugrahkan untuk dilahirkan ditanah Palestine.
          Kekecewaan mungkin tersirat, bukan tersirat bahkan sangat nyata terasa ketika banyak dari negara muslim lainnya mempertanyakan “Apakah masih ada muslim di Indonesia?”. Jelas sekali pemerintahan kita tidak memberikan bantuan yang begitu berarti walaupun banyak juga organisasi masyarakat yang ikut andil dalam menolong Palestine, tapi para petinggi kita, kemana?.
          Banyak slogan yang mengatakan bahwa tak haya orang muslim yang harus menolong Palestine tapi seluruh umat manusia, karena memang apa yang dilakukan laknatullah Israel adalah melanggar hak asasi manusia, melanggar tata cara kehidupan dimuka bumi, kejam tak berperasaan.
          Tak ada hal yang bisa kita lakukan sebagai umat muslim selain mendoakan mereka disetiap sujud akhir sholat kita agar diberi kesabaran, kekuatan, dan kemenangan dalam membela apa yang menjadi hak kita bersama sebagai umat muslim, memberikan dukungan finansial yang amat sangat mereka butuhkan dalam kondisi seperti sekarang ini. Semoga tanah Palestine segera mendapatkan hak mereka, dan Israel segera diberikan pembalasan yang tentunya sudah Allah swt siapkan atau mungkin mereka ingin bertaubat? Mari kita doakan agar bumi kita yang sudah terlalu tua ini terhindar dari segala macam bentuk perpecahan dan perseteruan, Aamiin.

Wassalamualaikum wr wb


Jumat, 21 Juli 2017

Rasa pahit adalah rasa manis yang malu-malu #CoffeeBreak6

Assalamualaikum visitor..
          Setelah sebulan "mengistirahatkan" diri di kampung halaman, tiba saatnya kembali ke kehidupan nyata. Sebelum cerita lebih jauh, alangkah baiknya jika kita sama-sama membaca "basmallah" dan mencoba memahami makna dari judul coffee break kali ini he-he.
          Rasa pahit adalah rasa manis yang malu-malu. Apa maksudnya?
Setelah menyadari, ternyata sudah dua tahun hidup sendiri ditanah rantau dan hanya ditemani oleh banyak teman baik dari berbagai kota di Indonesia. Asam, manis, bahkan pahitnya sudah banyak terasa dan akan sangat sulit jika harus dijelaskan satu persatu.
          Kehidupan di tanah rantau mengajarkan banyak hal, yang pertama pastinya apa itu hidup mandiri? Apa itu sabar? Apa itu ikhlas menjalani hari-hari yang tentunya kadang terasa lebih berat karena dijalani sendirian.
          Tapi seriously yaa, pahitnya Cuma 30% dari100% tapi perbandingan kaya gini mungkin karena Alhamdulillah hidupku di tanah rantau berkecukupan karena kiriman dari orangtua selalu lancar walaupun “berkecukupan” disini dalam artian ke cafe sangat diminimkan, selalu bawa tumblr dengan beraneka ragam bentuk tiap hari biar gak bosen padahal tetap aja isinya air putih, ke mall kalau memang bener-bener gabut, dan beli apapun itu harus dilist dulu dan mengutamakan yang dibutuhkan serta mengesampingkan yang diinginkan. Untuk aku pribadi lebih senang menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan kota daripada di mall, alasannya sederhana sih, di perpus cuma modal dua ribu (uang parkir) tapi bisa dapat ilmu super banyak dan waktunya gak terbatas pula. Tapi kalau dimall? Lebih dari sejam aja uang parkirnya udah dua kali lipat (medit for lyfe *maklum anak kos). Yaa itu bagi teman-teman yang memang hobi baca buku, kalau temen-temen hobi olahraga silahkan ke pusat kebugaran, bagi yang hobi masak silahkan dikos cobain semua resep baru, dan bagi yang hobi tidur, serius aku gak nyaranin buat tidur terus dikos.
          Kembali ke tema, rasa pahit adalah rasa manis yang malu-malu. Pahit itu kalau diresapi dalam-dalam akan berakhir enak kan? Contoh sederhananya kaya kopi, saat hujan kemudian kita buat kopi, pakai air panas yang baru mendidih, gulanya satu sendok aja, kemudian diminum diteras sambil liat hujan waktu senja, kopi panas tadi perlahan kita cium wanginya, kita seruput airnya, rasa pahit singgah dilidah, sampai ke kerongkongan, luar biasa nikmat, masya Allah! Rasa pahitnya itu cuma kaya rasa manis yang menjelma gitu loh, semoga kalian paham maksudku. Perumpamaan ini adalah umpama merantau dan rasa sakit yang kita alami, pedih tapi nikmat jika diresapi. Contoh rasa pedih itu saat bulan masih menunjukkan tanggal 17 tapi saldo sisa 100 ribu dan untuk nelfon orang tua buat minta uang adalah hal yang sangat memalukan, rasa pedih yang kedua saat ban motor pecah diakhir bulan (serius, ini pedih banget), rasa pedih yang ketiga saat kamu udah laper-lapernya, udah kere-kerenya, dan niat rebus indomie tapi ternyata gas dikosan habis! (pedih luar biasa), banyak lagi kepedihan-kepedihan lain yang lucu sekali kalau dibayangkan tapi sungguh tak lucu jika dialami.
          Alhamdulillah aku bersyukur punya kesempatan merantau jauh dari kampung halaman untuk bisa menimba ilmu dan merasakan berbagai macam pengalaman yang mungkin gak akan aku dapatkan kalau aku hanya berdiam diri di kampung halaman. Dengan jauh dari orangtua, dulunya aku berpikir “wah apa bisa bebas kaya anak-anak kota besar ya?” , “wah bisa ngemall tiap hari”, “wah bisa main sama temen tanpa ada yang nyariin lagi”. Dan wah wah yang lainnya.
          This is totally wrong, semenjak merantau malah pemikiran-pemikiran kaya gini bener-bener gak ada dan tidak terlaksana. Mau bebas? Kalau bebas juga mau ngapain kan? semakin jauh, semakin sendirian, semakin ngerasa kita cuma bergantung sama Allah swt disini dan gak punya siapa-siapa lagi, malah semakin bikin kita mendekat padaNya. Niat buat melakukan hal yang aneh-aneh pun gak ada karna memang umur yang sudah makin dewasa, beban kalau ngingat orang tua dikampung halaman susah payah nyekolahin anaknya jauh-jauh, sukses banget bikin kita semakin usaha buat hijrah, hijrah jadi pribadi yang lebih baik. Tapi opini ini juga gak semua anak rantau alamin ya, gak sedikit juga anak rantau yang mungkin keluar batasan.
          Curhat sedikit, setelah lulus SMA dan merantau aku sempat punya pacar dan LDR. Seru sih tapi tiap malam kaya dihantui rasa bersalah. Biar dibilang pacaran syar’i lah, pacaran gak ngapa-ngapain karna jauh lah, dan hal-hal yang bikin kita sempat bertahan hampir dua tahun tetep aja aku tau ini dosa. Sebenarnya karna lingkungan yang juga sangat mendewakan Jomblo Sampai Halal sih, dan akhirnya sukses bikin aku harus meninggalkannya he-he. Semenjak di tanah rantau juga kaya merasa benar-benar sama teman itu sudah kaya saudara karna memang cuma mereka yang kita punya, padahal sejujurnya aku adalah orang yang tidak begitu ‘suka’ berteman terlalu dalam weitssss, tapi kondisi yang buat kamu harus menjalani apapun yang kamu gak suka padahal sebenernya itu baik buat kamu.
          Jiwa empati dan simpatimu juga sangat diasah disini, meringankan beban orang lain jadi suatu kewajiban ketika kamu berpikir “kalau aku yang ada diposisi dia gimana?”, “kalau suatu waktu aku juga butuh bantuan gimana?” sebenernya kalau nolong harus tanpa pamrih sih, tapi ini kaya motivasi gitu lohJ.
          Lebih responsif terhadap lingkungan. Nah kalau yang ini garis keras sekali, honestly aku adalah orang yang bener-bener apatis (kuakui itu). Tapi semenjak merantau kaya pelan-pelan belajar dan mencoba menyesuaikan dengan lingkungan, hidup dilingkungan jawa tentunya sangat menjunjung tinggi yang namanya kepedulian, kesopanan, dan keramahan, alhasil berubahlah kebiasaan apatisku itu.
          Sebenarnya banyak sekali hal baik dan tentunya dibarengi hal jahat yang juga ikut ambil andil dalam menentukan akan jadi seperti apa kamu saat jauh dari orangtua. Tergantung bagaimana kita berpikir, mencari lingkungan sosial, menyadarkan diri kalau orangtua sangat mengharapkan kesuksesan kita. Saran buat teman-teman yang baru mau merantau, yang sedang merantau, ataupun yang hampir selesai diperantauan. Jangan sia-siakan kesempatan berharga ini, jadilah sebaik-baiknya manusia yang bermanfaat bagi orang banyak, jikapun belum bisa untuk orang banyak untuk orang sedikit pun tidak apa-apa. Jauhkan mindset bahwa hidup jauh dari orangtua akan membawa pada kebebasan, akan membawa pada hidup yang penuh dengan hedonisme, jauh dari peraturan agama, bebas menikmati masa remaja dengan kekasih, jauhkan lah pikiran seperti ini sejauh-jauhnya. Hidup memang sekali, tapi kesempatan untuk memperbaiki diri apakah yakin akan datang lagi?

Sekian, Wassalamualaikum J

         



Jumat, 14 Juli 2017

Juli #Puisi1

Juli...
hey kamu datang lagi?
sendumu kali ini berbeda, lebih hangat
mana sendumu yang dulu? hilangkah?

Juli...
Kulihat kau tak bersama bayang itu lagi
Kulihat bunga itu tak berguguran lagi
Apa benar yang kulihat ini juli?

Juli...
Dulumu menyejukkanku, dan kinimu menghangatkanku
aku bahagia,
tak peduli keduanya atau salah satunya

Juli...
jikapun pergimu membuatku beku
membuatku kelu
dan sendu

Tak apa,
pernahmu menjadi sukaku

Kamis, 13 Juli 2017

KetetapanNya yang terbaik... #Cerpen3

“Alhamdulillah” Ucapku menyambut pagi yang kurasa jauh lebih cerah dari hari-hari sebelumnya. Jiwaku yang telah lama terpuruk kini perlahan bangkit dan hidup kembali. Banyak hal yang kukira sedang menunggu untuk kugapai, banyak hal yang aku yakin sedang menunggu untuk kuraih, ya hidup harus terus berjalan walau berat, walau sulit, aku percaya skenarioNya adalah yang terbaik.
            Hari ini adalah tanggal merah, hari yang sangat tepat untuk “Me Time” istilah yang sering kusebut untuk waktu rehat diri dari segala aktivitas kantor dan saatnya melakukan hal-hal yang menjadi hobiku. Sambil membuat secangkir kopi putih kesukaanku, aku berpikir kira-kira aktivitas apa yang menarik untuk kulakukan hari ini. Setelah membuat secangkir kopi, dengan semangat aku mengambil laptop biru muda kesukaanku dan mulai berselancar di dunia maya. Awalnya mencari-cari berita terkini, membaca beberapa artikel terbaru dari situs cooking kesukaanku, sampai akhirnya aku terpikir untuk mencari tahu bagaimana kabarnya.
            Kaget, kecewa, sedih sekaligus tidak menyangka. Kenapa bisa secepat ini? Apa kesedihan yang susah payah kusembuhkan kemarin belum lagi berakhir? Terlihat jelas di wall facebook orang yang setengah mati kucintai itu foto undangan walimahan yang terpajang namanya dan orang lain. Saat itu juga airmataku tumpah, tak sanggup menahannya. Banyak pertanyaan yang terlintas dipikiranku, bersamaan dengan terlintas kembali kenangan kami bertahun-tahun lalu.
            Saat itu aku sangat berbahagia karena diterima menjadi salah satu mahasiswi alih jenjang di Universitas Negeri ternama di Indonesia. Seperti mahasiswi-mahasiswi lainnya segala hal kupersiapkan dengan baik. Hari pertama penyambutan maba dilakukan di lapangan utama kampus, disana dilakukan upacara penyambutan bersama dengan ribuan mahasiswa baru lainnya. Dengan teliti dan penuh antusias aku memerhatikan sekeliling, melihat berbagai rupa anak bangsa dari sabang sampai merauke bahkan dari luar negeri pun banyak dikampus ini. Dengan sedikit berlari aku pergi menuju lapangan utama yang tidak begitu jauh dari gerbang fakultas ku. Dengan teliti aku mencari barisan Fakultas Kedokteran, Fakultas yang beberapa tahun kedepan akan menjadi tempatku menuntut ilmu.

            Hari-hariku dikampus kulalui dengan antusias dan bersemangat karena hal ini adalah hal yang telah lama kuimpikan. Banyak teman-teman dari berbagai penjuru yang menjadi teman akrabku dikelas, tapi ada satu orang yang menarik perhatianku. Menarik bukan karena aku suka padanya tapi karena kulihat ia adalah mahasiswa yang tampak kurang bersemangat setiap kuliah tapi nilainya selalu memuaskan apalagi di mata kuliah non eksak yang justru menjadi mata kuliah yang paling tidak kusukai. Ternyata ketertarikan ini bukan hanya aku yang rasa.
            Sering menghabiskan waktu bersama karena bertemu di satu kelompok yang sama membuat aku dan dia yang sering kupanggil Rey semakin akrab dan menjadi teman baik. Nita yang juga teman baikku sering mengejek kami karna sudah lama sekali dekat tapi tak jadian, tidak seperti Nita dan Heru yang selang tiga bulan setelah ospek berakhir langsung jadian hingga kini kami sudah di akhir semester satu. Tapi apa mungkin aku suka pada Rey lebih dari sahabat?
            Pertanyaan ini terjawab sudah saat malam itu dengan sederhana Rey menyatakan perasaannya bahwa sudah lama rasa itu ada dan ia ingin kami lebih dari sahabat. Dengan menerima pemberiannya yang jauh sekali dari kata romantis seperti pasangan lain, Rey memberiku tabungan pinguin yang bisa menari-nari, lucu dan masih tersimpan rapi dilemariku sampai hari ini. Aku tau pacaran adalah dosa walaupun pacaran kami jauh dari kata zina, tapi ketika kami sudah pacaran se syar’i apapun itu tetap saja kami sudah zina hati karena ini adalah ikatan yang tak halal. Sayangnya waktu itu aku mengabaikan kata hatiku dan lebih memilih memenangkan nafsu untuk dimiliki sebelum waktunya oleh orang yang kucintai. Dan peperangan hati ini dimulai...
            Hari-hari terlewati dengan dosa yang terus mengalir, pergi makan berdua, ke perpustakaan berdua, berbincang di taman berdua, walaupun kami hanya sebatas berbincang tanpa ada bersentuhan sedikitpun tetaplah itu dosa. Hari itu salah satu momen paling berkesan bagiku mungkin juga bagi Rey, orang tua Rey yang jauh dari Kalimantan datang ke perantauan kami untuk mengunjungi Rey sekaligus mengantarkan adiknya sekolah di Jawa. Disitulah perkenalan pertamaku dengan keluarga Rey secara langsung walaupun sudah pernah berbincang di telefon sebelumnya.



            Perkenalan dengan keluarga Rey membuatku semakin mantap dan yakin bahwa dialah yang terakhir, dan sepanjang hubungan kami yang sudah berjalan 1 tahun Rey juga tak pernah menunjukkan sikap yang buruk. Tidak setia, cuek, pemarah, atau hal-hal yang membuatku kesal, tak pernah, hampir dibilang hubungan ini tak pernah cacat sedikitpun. Mungkin pertikaian kecil yang umum terjadi pernah kami lalui tapi itu juga pasti karena kekanak-kanakan ku. Dan tidak berdampak begitu besar pada hubungan kami.
            Sampai di semester tiga Rey semakin menunjukkan passion nya yang tidak sejalan dengan jurusan kami, dia pun mengajakku dan 3 teman lain untuk memulai usaha kecil-kecilan sembari mencari pengalaman dan mengisi waktu. Awalnya aku menolak, bagaimana mungkin mahasiswa kedokteran seperti kami masih punya waktu untuk mengurus usaha selagi kuliah? Walaupun sejauh ini Rey sudah menunjukkan kemampuannya untuk kuliah sambil usaha sejak awal masuk kuliah dulu. Usaha ini awalnya berjalan lancar dan keuntungan sebagian bisa kami sedekahkan pada yang membutuhkan, tapi akhirnya berhenti ditengah jalan karna masing-masing dari kami sibuk menyelesaikan tugas akhir.
            Semuanya berjalan dengan baik, aku dan Rey menyelesaikan tugas akhir dengan baik. Dan kami sama-sama mendapatkan lokasi profesi di Blitar, Jawa Timur. Susah senang kami lalui bersama hingga tiga tahun tak terasa lama bagiku. Hubungan ini semakin serius dan mendewasa, tiba saat hari yang ditunggu-tunggu, wisuda kami berdua. Orang tua Rey dari Kalimantan dan orang tua ku dari NTB datang ke kota perantauan kami untuk menghadiri wisuda ini. Senyum merekah sepanjang hari karena perjuangan panjang selama ini akhirnya selesai juga. Malamnya untuk pertama kali keluargaku dan keluarga Rey makan bersama disebuah rumah makan sederhana. Malam itu berlagsung sangat syahdu, aku bahagia karena akhirnya keluarga kami bisa saling bertemu dan aku percaya hubungan ini bisa berlanjut ke jenjang yang lebih serius.





            Menjalani hubungan jarak jauh dan entah akan berakhir bagaimana kadang membuatku hampir putus asa. Setelah kami wisuda hari itu, selang 5 bulan setelahnya Rey dan keluarganya datang ke NTB dan bermaksud melamarku. Penyambutan keluarga dirumah sangat baik dan aku benar-benar tidak menyangka secepat itu Rey akan melamar, karena memang dia tidak mengatakan sebelumnya. Karena ada suatu alasan, dengan tenang ayah mengatakan untuk menunggu dulu. Aku bisa terima, begitu juga dengan Rey sekeluarga, masih akan bersabar menunggu jawaban. Ayah adalah seseorang yang tegas dan berprinsip, aku dan saudaraku tak pernah banyak bicara dengan Ayah, karena itu aku lebih terbuka pada Ibu.
            Satu bulan, dua bulan, lima bulan, hingga delapan bulan. Ayah tak pernah mengatakan iya, Ayah tahu secara agama Rey adalah anak yang baik, Rey juga sudah punya pekerjaan dan usaha yang tetap di Kalimantan, aku pun selalu bertanya-tanya pada Ibu apa alasan Ayah membiarkan kami menunggu terlalu lama begini? Segala macam usaha sudah kulakukan agar Ayah segera menjawab atau paling tidak memberi alasan padaku. Akhirnya terjawab sudah, karena jarak. Ayah tidak ingin aku dibawa ke Kalimantan, keluarga Rey pun tak bisa melepas dia untuk berkeluarga di NTB karena alasan usaha di Kalimantan yang harus diteruskan. Sedih, kecewa, dan putus asa.
            Malam itu aku menelefon dan membicarakan semuanya pada Rey, terdengar nada kecewa diakhir kalimatnya saat menyudahi perbincangan kami malam itu. Aku tetap yakin bisa merubah pemikiran Ayah, tapi tetap saja keputusan itu membuat hubunganku dengan Rey semakin renggang. Yang kutahu dia semakin memperbaiki diri, melakukan banyak hal bermanfaat bagi orang banyak dan sudah jelas kehabisan waktu untuk hubungan kami yang tidak jelas ini. Entah bagaimana, yang kuyakini ini memang salah kami karena memulai cinta yang seharusnya hanya diikat dengan pernikahan tapi kami malah tenggelam dalam hubungan yang sia-sia, pacaran.





            Waktu berjalan, akhirnya Rey mengirimiku pesan singkat yang tidak singkat. Dengan air mata yang tidak bisa lagi dibendung, aku membaca pesan itu berulang-ulang. Jelas sudah kalimat menyerah tersirat dalam pesannya, penyesalan, keputusasaan untuk menunggu lebih lama lagi.  Kuakui saat itu kami berdua sudah berumur 27 tahun dan sudah memasuki umur siap menikah. Resmi sudah, hubungan yang telah kami jalani bertahun-tahun lamanya tidak ada artinya lagi, segala suka duka ditanah rantau yang membuat kami banyak belajar tentang hidup tidak ada gunanya lagi. Sedih, putus asa, kecewa, bahkan aku hampir depresi saat itu.
            Pelan-pelan aku mencoba bangkit dan belajar dari kejadian ini. Semakin mendekatkan diri padaNya dan menyadari bahwa apa yang kujalani selama ini dengan Rey memang salah. Karena dengan berpacaran bukan berarti mendekatkan jodoh dan jomblo bukan berarti menjauhkan jodoh. Semua itu sudah ada ketetapanNya, sudah ada skenarioNya, tak perlulah terlalu memenangkan hati untuk saling memiliki disaat belum waktunya, sungguh itu tak ada gunanya, sia-sia.
            Setelah cukup lama terlamun dan mengingat cerita lama itu akhirnya aku tersadar dengan apa yang kulihat di wall facebook Rey. Alhamdulillah kini Rey yang dulu menjadi alasan bahagia dan semangatku telah menjadi alasan bahagia orang lain. Sekuat hati aku mencoba sabar dan tidak membiarkan air mata ini jatuh untuk kesekian kalinya. Aku yakin Allah sudah mempersiapkan jodoh terbaik untukku, entah di dunia atau mungkin di akhirat. Yang pasti aku harus terus melanjutkan hidup dan menjadi sebaik-baiknya manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Aku yakin orang yang sekarang berada di samping Rey adalah yang terbaik untuknya, percayalah ketetapan Allah itu pasti datangnya cepat atau lambat. Entah perkara jodoh ataupun kematian. Terimakasih atas segala ketetapananMu ya Rabb, aku yakin ini yang terbaik, terimakasih hati yang pernah singgah.






BIODATA PENULIS
Nama               : Rizka Wulandari Putri
Akun Sosmed : rizkawulandari (instagram)
                        rizkawulandariputri (id Line)
Email               : rizkawulandari10@yahoo.co.id
Alamat                        : JL. Baiduri Pandan 1 no 2 Griya Sakinah, Tlogomas, Malang, Jawa Timur
No HP             : 085247557501

Tips Move On ala Rizka:
1. Dekatkan diri padaNya ya girls, karena dengan mendekatkan diri pada sang pencipta akan membuat kamu semakin yakin bahwa kamu punya Dia yang maha hebat dan pengatur skenario terbaik.
2. Quality Time bareng keluarga. Nah kamu pernah gak kepikiran kalau orang tua kamu, kakak kamu, adik kamu,semuanya pasti rindu sama kamu yang dulu. Sebelum disibukin sama si dia, kamu udah jarang tuh main atau cerita-cerita lagi sama keluarga, so sekarang waktunya kamu menghabiskan waktu bareng mereka tanpa kepikiran kenangan kenangan dulu.
3. Quality Time bareng sahabat. Saat dulu kamu masih sibuk kepikiran dia, apa kamu ingat kalau kamu masih punya sahabat yang selalu ada buat kamu saat senang ataupun sedih? Yuk ngumpul lagi bareng mereka, mereka kangen tuh.
4. Menjalankan hobi. Galau bikin kamu lupa kalau kamu suka masak, berenang, baca novel, travelling dan hal asik lainnya. Ayo kembali lakuin hobimu, kamu bakal sadar kalau dunia ini lebih indah tanpa si dia.
5. Bergabung dengan majelis ilmu / organisasi/ kegiatan volunteer. Dengan itu kamu akan mengenal lebih banyak orang dan melakukan interaksi dengan berbagai orang, tentunya akan membuka lingkaran pertemananmu dan siapa tahu salah satunya adalah calon imam kamu hehe atau paling tidak kamu akan mendapatkan pengalaman seru daripada sekedar galau memikirkan hal yang sia-sia.
6. Banyak berbagi. Memberi hadiah untuk keluarga, memberi sedekah untuk fakir miskin atau anak yatim pasti membuat kamu lebih bahagia. Karena dengan berbagi kamu akan merasa berguna bagi orang banyak dan tidak lagi memikirkan kesedihan yang berlarut-larut.
7. Jauhi segala akses menuju masa lalu dengan dia, misalnya melihat foto kalian (sebaiknya dihapus daripada menuhin memori), mengingat segala yang dia suka atau tidak suka, melewati tempat yang sering kalian lewati dulu, jangan stalk sosmednya (ikhlaskanlah kalau dia lebih dulu berbahagia), jangan menanyakan kabar (kalau niatnya murni hanya untuk silaturahmi ya tidak apa asal jangan lebih dari itu).

8. Fokus memperbaiki diri, karena laki-laki yang baik untuk wanita yang baik, begitu pula sebaliknya. Tetap semangat ukhti, are you ready to be single fisabilillah?

ps: cerpen ini menjadi salah satu kontributor dalam perlombaan Sayembara Menulis "Untuk Hati yang pernah singgah" yang diadakan oleh penerbit Wahyu Qolbu.
16 April 2017

Mendekatkan jodoh? #Cerpen2

Pengekangan sejak kecil membuatku sering kebingungan untuk menentukan pilihan. Aku sangat mengenalnya tapi tidak dengan baik, Daffa. Sepertinya Tuhan menciptakan kami dalam waktu bersamaan hanya saja takdir hidupnya yang berbeda, aku dari keluarga santun, agamis, dan harmonis. Daffa si pecinta kebebasan lahir dari keluarga terpecah sejak kecil yang membuat jiwanya terbang bebas mengangkasa. Justru karena hal ini, aku dan Daffa bagai menemukan telaga ditengah padang tandus, menemukan apa yang telah hilang dari jiwanya yang mati, yang terkubur karena mimpi yang kesekian kali dilangitkan.
            Aku mengenalnya, tapi tidak dengan baik. Daffa seorang yang bebas melakukan apa saja semaunya, dia bisa menyanyi ditengah lapangan bahkan saat kami semua sedang ujian, dia bisa berlari sangat kencang dikoridor sekolah padahal baru saja ada pengumuman untuk mengosongkan koridor sekolah. Itulah Daffa, yang tingkahnya sering kuperhatikan dari balik kaca yang membatasi  kelas dua belas ipa 3 dan dua belas ipa 2. Daffa sudah satu sekolah denganku dari sd, smp, dan sma. Aku tidak tahu, takdirkah atau memang Daffa yang seakan bisa dengan mudah mengubah takdir dan selalu mengikutiku sekolah dimana saja. Sekali lagi, Daffa mencintai kebebasan.
            Walaupun mencintai kebebasan, Daffa adalah anggota aktif di rohis sekolah, ya dia agamis. Menjadi atlet basket disekolah dengan modal wajah yang mungkin bisa dibilang hitam manis membuat banyak wanita-wanita disekitarnya cukup meringis walaupun aku masih ragu untuk mengakui hal itu. Tubuh tinggi nan proporsional itu juga mengantarkan Daffa pada prestasi yang membanggakan, menjadi pembentang bendera pusaka pada perayaan kemerdekaan Indonesia ke-68.
            Itulah Daffa, sahabat baikku sekaligus menjadi idola, kakak, guru atau apa saja yang kuinginkan. Disamping sekian banyak prestasi yang dimilikinya, Ibuku tak pernah menunjukkan ketertarikannya setiap kali aku berusaha untuk membuat Ibu mengakui Daffa sebagai teman baik putrinya. Ya, Daffa adalah seorang anak dari keluarga broken home dan memiliki riwayat keluarga dimata Ibu yang juga gurunya saat SD amatlah tidak baik untuk lebih dari teman untukku, sekali lagi karena kami dilahirkan bersamaan tapi dengan takdir yang berbeda.


            Hari-hari selalu menjadi lebih menyenangkan bagiku jika ada Daffa, dia selalu bisa menjadi pewarna disetiap langitku yang abu-abu, yang monoton, yang mendung tanpa cahaya. Aku yang terkenal sebagai Rifa si anak pintar nan kutu buku selalu menjadi Rifa yang lain jika bersama Daffa. Mencintai kebebasan dengan menulis, melukis, dan menangkap momen terbaik dengan kamera poket kesayanganku menjadi hal-hal yang hanya bisa kulakukan jika bersama Daffa. Ibu sangat tidak suka jika aku terfokus pada hal lain diluar belajar, mengingat mimpiku atau mungkin hanya mimpi ibu agar aku bisa masuk di Fakultas Kedokteran Universitas ternama tahun depan.
“kamu mau jadi apa sih fa?” Pertanyaanku pada Daffa yang sering tak ada jawabannya.
“jadi kupu-kupu Rif” jawab Daffa asal.
“Bisa gak sih serius sekali aja fa, percuma udah lama sahabatan tapi kamu gak pernah serius”
“Jangan baper sekarang ya rif, udah ah pulang yuk”
            Itulah Daffa, tak mengenal kata serius. Dia tidak pernah menceritakan hidupnya, mimpinya, atau hal-hal lain yang membutuhkan keseriusan. Dan satu hal yang selalu kupertanyakan dan kupilih untuk dipendam saja juga tak pernah terlontar dari ucapannya, tentang perasaan kami satu sama lain, entah ada atau tidak didalam hatinya.
            Tiga tahun di SMA bukan waktu yang singkat untuk melewati banyak cerita, Daffa dengan dunianya, aku dengan duniaku, dan ketika kami bersama maka dunia yang amat berbeda tadi akan menyatu. Setelah melewati ujian nasional yang cukup menguras energi dan pikiran, seminggu setelahnya aku harus pergi ke salah satu kota di Jawa Timur untuk mengikuti bimbingan belajar intensif demi mengikuti kemauan Ibu untuk kuliah di jurusan kedokteran, walaupun aku sendiri tidak pernah yakin dengan hal ini.
            Tentu seminggu ini menjadi waktu yang berharga untukku dan Daffa, melepaskan kebiasaan kami selama dua belas tahun disekolah yang sama. Bersepeda menjadi hal yang menyenangkan karena bisa saling bercerita apa saja, akhirnya terungkap sudah mimpi Daffa yang tidak pernah aku tahu sebelumnya. Daffa ingin menjadi abdi negara, sontak hal ini membuatku kaget bukan main.


            Daffa yang mencintai kebebasan bagaimana mungkin ingin berprofesi menjadi orang lain yang tentu sangat bertolak belakang dengan dirinya. Abdi negara tentunya akan diikat dengan aturan yang ketat dan sangat kental dengan kedisiplinan. Alasan yang tidak sederhana, untuk kuliah Daffa dan keluarganya tidak mempunyai biaya yang cukup banyak lagipula dua adiknya masih sekolah, ditambah lagi ayah yang bekerja diluar kota dan jarang pulang semakin membuatnya ragu untuk menambah beban nenek yang sudah merawatnya sejak kecil. Itulah mengapa menjadi abdi negara tanpa biaya pendidikan sedikitpun menjadi pilihannya.
            Aku turut mendoakannya agar diberi jalan yang terbaik walaupun masih tidak tega untuk membiarkannya menjadi sesuatu yang sebenarnya tidak begitu ia inginkan. Tanggal 25 April menjadi hari yang bersejarah buatku, hari pertama merantau, sayangnya Daffa tidak bisa ikut mengantar ke bandara karena ada urusan mendadak mengenai pendaftaran pendidikan lanjutannya. Walaupun tidak ikut mengantar, Daffa menitipkan hadiah kecil ke Elly yang kebetulan mengantarkan aku ke bandara hari itu. Tapi tetap saja hal ini tidak mengurangi rasa yang belum usai dihatiku, sampai berpisah pun kami belum sempat untuk membicarakan hal yang ingin aku bicarakan.
            Seminggu setelah aku pergi untuk bimbel di tanah jawa, Daffa juga terbang ke tempatnya melakukan sejumlah seleksi untuk pendidikan Bintara POLRI. Di tanah rantau aku mengenal sejumlah teman baik dari berbagai Kota di Indonesia, dari sulawesi, ambon, madura, dan daerah lainnya. Asam manis menjadi anak kos baru membuatku semakin belajar mandiri dan tidak bergantung pada siapa-siapa termasuk Daffa. Untuk melepas rindu sesekali kami vidiocall dan menceritakan kegiatan di tanah rantau masing-masing, menjadi dua orang yang sama-sama tidak mengerti dengan apa yang mereka pilih menjadikan aku dan Daffa seringnya saling mengasihani.
            Alhamdulillah, Daffa lolos seluruh seleksi yang diikutinya dan sebentar lagi akan masuk pendidikan Dashbara di Sekolah Polisi Negara. Berbeda denganku, tidak lolos di jurusan kedokteran membuatku harus beralih ke jurusan yang hampir mirip dengan kedokteran yaitu kesehatan. Tidak begitu menjadi masalah besar buatku karena memang dari awal aku sendiri tidak yakin untuk menjadi mahasiswa kedokteran.
           

            Dua bulan tanpa komunikasi dengan Daffa karena pendidikan yang mengharuskan, membuatku cukup kaget karena ini benar-benar pertama kalinya tanpa komunikasi setelah dua belas tahun mengenalnya. No problem, karena sebentar lagi pasti Daffa akan menghubungi karena memang sudah hampir dua bulan masa pendidikan awalnya.
            Perbedaan yang nyata antara kegiatanku dan Daffa ditambah lagi jarak dan waktu yang berbeda membuat komunikasi susah sekali diantara kami, walaupun sebenarnya ini harusnya tidak menjadi masalah karena kami hanya berteman kan?
            Aku memasuki semester dua dan Daffa sebentar lagi graduate atau bisa disebut wisuda versi pendidikannya. Tentu setelah ini Daffa akan ditempatkan diseluruh pedalaman Kalimantan, entah dilokasi yang seperti apa. Sangat disayangkan jadwal graduate Daffa bertabrakan dengan jadwal ujian akhirku, otomatis aku tidak bisa hadir dihari penting baginya. Lagipula aku yakin Ibu juga tidak akan mengizinkan sekalipun aku sedang liburan atau apapun itu.
            Setelah graduate aku dan Daffa sempat memiliki jadwal libur yang sama dan kami bisa bertemu setelah satu tahun tanpa pertemuan. Akhirnya waktu yang kutunggu-tunggu itu datang juga, kami bisa membicarakan tentang perasaan, yang kukira memang sudah sangat kami butuhkan karena setelah ini kami tidak tahu lagi kapan bisa bertemu. Aku dan Daffa mengungkapkan semuanya, apa yang dia rasakan, apa yang aku rasakan, apa yang kami rasakan. Dan hari itu resmilah sudah, aku dan Daffa bukan hanya sekedar teman atau sahabat, hal yang lebih dari itu, lebih manis daripada itu walaupun manisnya hanya berlaku saat-saat awal.
            Daffa yang kuakui semakin gagah dengan seragamnya itu tentu sangat berbeda dengan Daffa yang pertama kali kulihat dua belas tahun lalu, perbedaan tampilan perlahan ikut merubah dirinya, entah hanya aku yang terlalu perasa atau memang dia yang tidak pernah sadar bahwa sudah banyak berubah. Memang perubahan adalah hal yang pasti mengingat umur, keadaan, kebiasaan juga sudah berubah. Sulit untukku menerima Daffa yang semakin berubah, yang tetap kusadari walaupun aku tidak selalu ada disampingnya. Daffa yang dulu selalu menceritakan apa saja ditelefon dan saat bertemu, sekarang terkesan lebih banyak diam, tidak sebebas dulu, tidak seasik dulu.


            Entah karena status kami yang memang sekarang sudah berbeda membuat kami sama-sama berubah dan lebih banyak menyalahkan satu sama lain. Atau karena memang pacaran adalah hal yang diharamkan Allah swt? Ya sepertinya memang ini adalah jawabannya. Aku mengetahui hal ini tapi tetap saja memenangkan nafsuku untuk tetap menerima cinta Daffa, agar ia sepenuhnya menjadi milikku, sepenuhnya menjadi hakku. Padahal aku tahu tidak ada ikatan yang lebih pasti selain menikah.
            Aku mulai kehilangan rasa dan diserang rasa bersalah, kenapa berani menerima cinta Daffa. Sekalipun hubungan kami adalah hubungan yang murni hanya status dan kami tidak pernah melakukan maksiat, tapi tetap saja dengan pacaran maka kami sudah zina mata, zina hati dan mungkin zina-zina yang lain jika kami tidak mampu menahan godaan syaitan.
            Aku mulai merubah sikapku dan menunjukkan pada Daffa bahwa aku sudah enggan dengan hubungan ini, Daffa pun semakin menunjukkan hal yang sama tapi kurasa kami sama-sama tidak ada yang ingin mengatakannya lebih dulu. Sama-sama tidak ada yang ingin menyakiti walaupun semakin lama bertahan dalam hubungan seperti ini juga sama sakitnya. Akhirnya kuutarakan pada Daffa tentang apa yang kurasakan, semuanya, sejujurnya, walaupun hanya lewat telefon karena memang keterbatasan jarak. Kudengar nada kecewa diseberang sana dan aku yakin Daffa menyadari kalau airmataku tidak pernah bisa terbendung daritadi. Ya inilah akhir dari segalanya, aku sempat mengutarakan janji pada Daffa untuk tidak akan mengenal lagi apa itu pacaran dan aku berjanji untuk lebih baik serta memperbaiki diri hanya untuk jodohku kelak.
            Semudah itulah hubunganku dan Daffa berakhir, persahabatan selama dua belas tahun dan pacaran hampir dua tahun tak lantas bisa mendekatkan jodoh. Daffa yang kukira adalah jodohku karena sudah terlalu lama bersama nyatanya bukan juga. Setelah hubungan yang berakhir itu, aku dan Daffa jarang sekali komunikasi ataupun sekedar bertukar kabar. Entah karena dia atau aku sama-sama takut untuk tenggelam dalam kenangan lagi atau memang kami sama-sama enggan untuk mengenal lagi. Aneh tapi itulah kenyataannya. Persahabatan yang lama itu berakhir begitu saja karena kami mencoba memenangkan perasaan yang mengatasnamakan cinta, perasaan yang kami kira akan menang nyatanya kalah juga karena melakukan laranganNya.


            Satu tahun sudah berlalu semenjak putus dengan Daffa, aku bersyukur karena aku semakin memahami diriku sendiri, tidak bergantung pada siapa-siapa lagi selain padaNya, mempunyai banyak teman seiman yang juga sedang berjuang dalam hijrah. Terakhir kali yang kutahu sekarang Daffa sedang menjalin hubungan dengan wanita yang juga kerja didaerahya bekerja. Sedih memang saat pertama kali tahu kalau secepat itu Daffa menggantiku yang sudah lama bersamanya, tapi kembali lagi pada apa yang Allah swt janjikan dalam surah an-nur ayat 26, bahwa wanita yang baik untuk laki-laki yang baik begitupun sebaliknya. Karena hal ini aku yakin Daffa memang bukan yag terbaik buatku, kenangan persahabatan itu pun memang sepatutnya hanya menjadi kenangan untuk diambil pelajarannya.
            Menjalani kehidupan masing-masing seperti ini memang jauh lebih baik, aku hanya bisa mendoakan agar Daffa juga sadar kalau pacaran itu haram dan bisa kembali ke jalanNya. Sesakit apapun, melepaskan menjadi yang terbaik saat bertahan hanya akan menambah dosa karena melakukan laranganNya. Perlahan aku akan mencoba melepaskan semuanya, walau susah, walau berat.












BIODATA PENULIS
Nama               : Rizka Wulandari Putri
Akun Sosmed : rizkawulandari (instagram)
                        rizkawulandariputri (id Line)
Email               : rizkawulandari10@yahoo.co.id
Alamat                        : JL. Baiduri Pandan 1 no 2 Griya Sakinah, Tlogomas, Malang, Jawa Timur
No HP             : 085247557501

Tips Move On ala Rizka:
1. Dekatkan diri padaNya ya girls, karena dengan mendekatkan diri pada sang pencipta akan membuat kamu semakin yakin bahwa kamu punya Dia yang maha hebat dan pengatur skenario terbaik.
2. Quality Time bareng keluarga. Nah kamu pernah gak kepikiran kalau orang tua kamu, kakak kamu, adik kamu,semuanya pasti rindu sama kamu yang dulu. Sebelum disibukin sama si dia, kamu udah jarang tuh main atau cerita-cerita lagi sama keluarga, so sekarang waktunya kamu menghabiskan waktu bareng mereka tanpa kepikiran kenangan kenangan dulu.
3. Quality Time bareng sahabat. Saat dulu kamu masih sibuk kepikiran dia, apa kamu ingat kalau kamu masih punya sahabat yang selalu ada buat kamu saat senang ataupun sedih? Yuk ngumpul lagi bareng mereka, mereka kangen tuh.
4. Menjalankan hobi. Galau bikin kamu lupa kalau kamu suka masak, berenang, baca novel, travelling dan hal asik lainnya. Ayo kembali lakuin hobimu, kamu bakal sadar kalau dunia ini lebih indah tanpa si dia.
5. Bergabung dengan majelis ilmu / organisasi/ kegiatan volunteer. Dengan itu kamu akan mengenal lebih banyak orang dan melakukan interaksi dengan berbagai orang, tentunya akan membuka lingkaran pertemananmu dan siapa tahu salah satunya adalah calon imam kamu hehe atau paling tidak kamu akan mendapatkan pengalaman seru daripada sekedar galau memikirkan hal yang sia-sia.
6. Banyak berbagi. Memberi hadiah untuk keluarga, memberi sedekah untuk fakir miskin atau anak yatim pasti membuat kamu lebih bahagia. Karena dengan berbagi kamu akan merasa berguna bagi orang banyak dan tidak lagi memikirkan kesedihan yang berlarut-larut.
7. Jauhi segala akses menuju masa lalu dengan dia, misalnya melihat foto kalian (sebaiknya dihapus daripada menuhin memori), mengingat segala yang dia suka atau tidak suka, melewati tempat yang sering kalian lewati dulu, jangan stalk sosmednya (ikhlaskanlah kalau dia lebih dulu berbahagia), jangan menanyakan kabar (kalau niatnya murni hanya untuk silaturahmi ya tidak apa asal jangan lebih dari itu).
8. Fokus memperbaiki diri, karena laki-laki yang baik untuk wanita yang baik, begitu pula sebaliknya. Tetap semangat ukhti, are you ready to be single fisabilillah?

ps: cerpen ini salah satu kontributor dalam Sayembara menulis "Untuk hati yang pernah singgah" yang diadakan oleh penerbit wahyu qolbu


Coffee Break diujung usia Quarter Life Crisis (25)

 Alhamdulillah... menghitung hari akan memasuki usia 26. Rasanya tahun ini sangat berbeda dari tahun sebelumnya, matahari sepertinya sudah j...