Minggu, 30 April 2017

Senja itu... #Cerpen1


            Cinta? Jika membahas cinta senja kali itu selalu teringat. Senja itu banyak maknanya, entah bagiku, bagi kalian, atau siapa saja. Yang pasti setiap senja menyimpan cerita sendiri untuk setiap orang. Merah, merona penuh bahagia atau kadang juga hitam, pekat penuh duka selalu senja hadirkan. Walaupun senja berubah-ubah tapi langit selalu menerima apa adanya. Damai penuh makna selalu senja hadirkan setiap kali aku melihat betapa ikhlasnya mentari melepas siang menyambut malam, melepaskan segalanya bersama dengan pulangnya sang pejuang nafkah dari peraduan, untuk melepaskan penat seharian setelah berargumen dengan keletihan.
            Lamunanku tentang senja seringkali berakhir saat dipanggil Ibu untuk masuk kerumah karena tidak baik untuk berlama-lama diluar saat menjelang maghrib. Ibu sering bertanya apa alasanku tak pernah melewatkan senja sekalipun walaupun sekedar melihat dari teras rumah. Sebenarnya aku tahu alasannya tapi sulit untuk mengungkapkannya. Aku adalah anak yang sejak kecil sangat tertutup pada Ibu terutama soal asmara. Terlebih lagi Ayah meninggalkan kami untuk selamanya sejak aku berumur 6 tahun, jadi Ibu lebih banyak menghabiskan waktu di Kantor dan kekurangan waktu untukku apalagi sekedar bercerita hal-hal yang kukira tidak begitu penting.
“Sudah kenyang lihat senja?” tanya Ibu dengan mimik wajah mengejek.
“ahh Ibu, aku cuma senang lihat senja kok bu, cantik, indah, penuh makna” Jawabku dengan teori seadanya.
“Halah Tia..Tia.. coba jujur aja sama ibunya sendiri. Eh iya, teman kecil kamu si Dion apa kabar ya Tia? Dulu sering main layangan bareng kamu kan? Hahaha”
“Si Ibu ingat aja temen-temenku, gaktau ya bu apakabarnya.”
            Pertanyaan Ibu berhasil membawaku pada kenangan bertahun-tahun lalu, Dion adalah teman akrabku, sangat akrab karena kami berada di kompleks perumahan yang berdekatan. Makan bersama, Dion juga sering menemaniku main masak-masakan, aku juga menemani Dion main bola. Karena tak ada lagi anak kompleks yang seusia dengan kami makanya kemana-mana kami hanya main berdua. Sayangya Ayah Dion pindah tugas saat kami duduk di kelas 6 SD, dipindahkan ke Kalimantan Barat dan tentunya sangat jauh dengan Jawa Timur. Tapi klimaks dari flashback ku ini bukanlah Dion melainkan Irul. Setelah berpisah dengan teman kecilku Dion, aku masuk SMP yang tidak begitu jauh dari kompleks, butuh waktu sekitar 20 menit untuk sampai kesana.
           Karena hanya terbiasa dengan Dion membuatku agak susah untuk mencari lingkar pertemanan yang baru, apalagi berteman dengan cewe-cewe SMP yang umumnya bersikap terlalu dewasa dan tidak sesuai umurnya. Akulah Tiara yang kala itu mati-matian mencari sahabat baru. Setelah sebulan di SMP membuatku semakin bisa beradaptasi dan menyadari kalau ternyata tidak semua cewe-cewe SMP itu seperti yang kupikirkan. Aku bertemu dengan Inggrid, cewe sederhana yang sangat ceria dan selalu membuatku yang pendiam ini terpingkal-pingkal karena tingkah konyolnya yang sering tidak bisa dikondisikan.
            Aku dan Inggrid bahagia melewati masa SMP yang sederhana dan penuh tawa itu. Hingga akhirnya saat duduk dikelas 8 datanglah Irul murid pindahan dari Jawa Tengah. Posturnya tidak begitu tinggi, cukup berisi, berkacamata, berkulit putih dan cukup good looking. Sungguh seperti Derby Romero kataku. Aku dan Inggrid pun berkenalan seadanya dengan Irul si anak baru. Tidak butuh waktu lama bagi Irul untuk beradaptasi, dengan mudah dia mengikuti ekskul basket, pengurus OSIS, dan ekskul Fotografi. Hal ini membuat Irul sebagai anak baru semakin memikat banyak hati remaja-remaja baru gede di SMP ku.
            Sampai suatu hari aku dan Irul dipertemukan dalam tugas kelompok yang cukup besar untuk mengerjakan proyek daur ulang limbah sampah menjadi barang siap jual. Awalnya mengerjakan tugas seperti biasa tapi entah kenapa kedekatanku dan Irul semakin dekat. Setiap malam kami sering menghabiskan waktu untuk chat via BBM yang saat itu sedang maraknya, walaupun hanya sekedar membahas hal-hal yang ringan. Aku juga sering pergi bersepeda dan bermain ditempat unik untuk menemani Irul mencari spot bagus untuk fotografi nya.
            Irul sering berkata dia menyukai senja karena walaupun senja berubah-ubah tapi senja selalu menjadi alasan langit mampu menerima senja apa adanya, dan hal ini juga yag menjadi salah satu alasan mengapa aku menyukai senja. Walaupun sebenarnya alasannya tidak sesederhana itu. Kedekatanku dan Irul membuatku seperti menemukan sosok Dion yang telah hilang bertahun-tahun lalu, tapi bedanya rasa ini lebih dari sekedar pada sahabat. Ya, aku merasakan apa yang kata orang cinta pertama. Aku tidak ingat pasti kapan mulai merasakan perasaan itu, yang kutahu saat ada Irul didekatku seperti ada segerombolan kupu-kupu yang mengepakkan sayapnya diperutku, menggelikan dan membuat jantung berdetak tak beraturan.
            Masuk di SMA yang sama dengan Irul membuat kami sudah bagaikan perangko dan amplopnya. Sampai ada yang mengira kami adik-kakak karena terlalu dekat. Kedekatan ini menjadi kebahagiaan buatku tapi juga kesedihan, karena aku takut jika Irul tahu apa yang kurasakan sejak dulu akan membuat hubungan persahabatan kami renggang. Masa SMA kami lalui dengan banyak cerita walaupun tak ada satu cerita pun yang menyelipkan kisah cinta diantara kami. Irul pernah bercerita tentang Jihan kakak kelas idolanya, katanya karena Jihan itu cerdas dan bertalenta. Aku juga sering bercerita pada Irul tentang teman-teman lelaki seangkatan yang menarik perhatianku. Begitulah kami, sederhana dan apa adanya. Entah apa yang Irul rasakan, apakah ada sedikit perasaan yang sama denganku?
            Lamunanku tersadar saat Ibu beranjak dari kursi dan bersiap sholat maghrib. Setelah sekian lama aku tidak pernah mengingat lagi tentang Irul dan masa remaja kami, akhirnya kalah juga dengan satu pertanyaan Ibu. Waktuku di rumah sebentar lagi habis karena memang aku hanya menghabiskan liburan semester ganjil tahun ini sekitar 2 minggu, dan memilih menghabiskan dua minggu sisanya di Yogyakarta untuk menyelesaikan tugas akhir lebih cepat dari yang lain.
            Esok harinya Ibu mengajakku ke Taman Kota untuk sejenak menghabiskan waktu berdua sebelum aku kembali ke perantauan.
“Tia gak rindu Ayah?” Kalimat yang pertama keluar dari mulut Ibu saat kami duduk dibawah pohon rindang ditepi Taman.
“Yahhh Ibu pertanyaan nya baper, pasti rindu lah bu. Sudah 15 tahun kita hidup tanpa Ayah”
“Apalagi Ibu yaa Tiara, sendirian besarin kamu, kamu rewel suka nangis lagi” Kata Ibu penuh ejekan.
“Ahh Ibu mengada-ngada, aku loh dari kecil kalem bu” jawabku bercanda.
“Hahaha, Serius ya ini Tiara, Ibu kesepian banget waktu kamu milih kuliah di Jogja. Apalagi kamu punya rencana kerja disana”
“Tiara juga sedih sebenarnya bu, tapi prospek kerja Tiara disana luas banget bu. Kenapa nggak Ibu yang ikut Tiara ke Jogja?”
“Hey kamu lupa, tahun lalu Ibu barusan perpanjang kontrak kerja 5 tahun ndo
“Sebelumnya maaf ya bu, apa Ibu gak pengen cari teman hidup lagi?” Sontak pertanyaan itu terlintas dimulutku, entah pertanyaan yang pantas atau tidak untuk Ibu.
“Setelah 21 tahun ibu hidup sama anak Ibu yang cantik ini, akhirnya berani juga nanya pertanyaan serius ke ibunya” Jawab Ibu entah dengan perasaan seperti apa.
“Hehehe siapa tahu kan bu.”
            Perbincangan hari itu ditutup dengan penyesalanku melontarkan pertanyaan yang entah membuat perasaan Ibu seperti apa, yang pasti sebenarnya pertanyaan itu tulus dari dalam hatiku. Aku sedih melihat Ibu selalu sendiri dan mengkhawatirkan masa tua Ibu kelak.
    
            Saatnya kembali ke rutinitas, Yogyakarta. Kota perantauan yang menyimpan banyak kisah perjuangan, para penimba ilmu, pengukir goresan tinta hingga pena, pengukir patung hingga pengukir senyum, penyair puisi hingga melodi, pelenggak tari hingga pencari intuisi. Ya, Yogyakarta adalah Kota seribu kisah, beragam kisah duka ataupun lara hingga suka ataupun bahagia. Banyak yang menjadi saksi dari terbit tenggelamnya mentari di kota Ini, pedagang kaki lima yang terkenal akan ramah dan bersahabatnya, turis yang tanpa segan melintasi malioboro dan kuda-kuda para pemilik delman yang kadang menambah bau khas setiap kali melintasi jalan malioboro yang menjadi sumber sejarah puluhan tahun lalu.
            Salah satu hobiku adalah memperhatikan sekeliling dan membayangkan kenangan ditempat itu bertahun-tahun lalu. Mungkin hobi ini yang membuatku sulit melupakan masa lalu, tapi bukankah masa lalu memang bukan untuk dilupakan?
            Ranita teman dekatku selama merantau di Yogyakarta selalu menjadi tempatku berkeluh kesah dan lain sebagainya. Ranita juga menjadi saksi kegagalan percintaanku diperantauan yang seringnya hanya karena aku tidak pernah benar-benar melupakan Irul. Mengawali perjumpaanku dengan Ranita setelah liburan dua minggu, menghabiskan waktu di coffee shop menjadi pilihan kami.
“Eh Tia.. Tia.. noleh kebelakang, noleh buruan” dengan panik Ranita menyuruhku menoleh kebelakang.
“Apaan sih Ran?”
            Iya, laki-laki yang duduk selisih dua meja kesamping kiri dari kami sangat mirip dengan Irul. Caranya mengaduk kopi, caranya memerhatikan sekeliling, bahkan caranya menatap orang asing. Ranita yang karena terlalu bosan mendengarku bercerita dan melihat foto Irul jaman SMA membuatnya juga tak asing dengan orang yang sama-sama sedang kami perhatikan itu.

Setelah SMA berakhir aku dan Irul tidak lagi saling komunikasi, mungkin hanya sekedar memerhatikan dari sosial media. Melihat perkembangan satu sama lain tanpa berani bertukar kabar. Ini terjadi hanya karena hal yang sederhana, kami terlibat perselisihan lumayan berat sesaat sebelum kelulusan. Dan aku percaya masih banyak rasa yang menggantung diantara kami. Setahuku Irul melanjutkan pendidikan di Harmburg, Jerman, mengambil jurusan bisnis terbaik disalah satu Universitas terkenal disana. Info ini kudapat dari Inggrid sahabatku SMA yang masih sering bertukar kabar dengan Irul. Lantas untuk apa Irul di Jogja? Mencariku? Ah lagi-lagi rasa percaya diri yang tinggi kadang membuatku sedih sendiri.
            Ranita memaksaku untuk menegur Irul saat di Coffee shop tadi, tapi itu bukanlah hal yang mudah setelah hampir empat tahun tidak pernah bertukar kabar apalagi bertemu. Aku pun mengurungkan niat itu dan kembali memikirkannya saat sampai dikos. Setelah memberanikan diri, mengiriminya pesan singkat mungkin salah satu alternatif yang paling mudah walaupun tidak mudah juga bagiku.
            Blues Cafe diperempatan malioboro menjadi saksi bisu pertemuan dua orang sahabat yang sekian lama tidak pernah bertemu, dua orang sahabat yang kupercaya telah kehilangan dirinya masing-masing dalam pelarian, dua orang yang berusaha mati-matian tidak bergantung pada masa lalu walaupun seluruh kenyataannya berkebalikan. Irul tidak banyak berubah, tatapannya masih dingin walaupun tersimpan kehangatan yang mungkin hanya aku yang bisa merasakan. Senyumnya pun selalu sama, penuh makna walaupun tidak bersahabat bagi orang yang baru mengenalnya. Rambut ikal itu kini jauh lebih klimis dibanding empat tahun lalu, mungkin musim dingin Jerman sudah merubah ciri khasnya itu.
           
            Perbincangan kami tentu tidak sama dengan saat masa remaja dulu, tentulah waktu dan jarak sudah merubah segalanya, walaupun rasaku tidak pernah berubah, entah dia. Kami banyak bercerita tentang kuliah masing-masing, sesekali membahas teman-teman SMA dan keberadaan mereka sekarang. Tujuan Irul ke Jogja adalah karena permintaan Ayah untuk bekerja disalahsatu perusahaan swasta yang membutuhkan fresh graduate seperti Irul. Disamping itu Ayahnya juga ingin menghabiskan masa tua bersama anak sulungnya. Ibu Irul meninggal dunia saat dia baru merantau ke Jerman, aku benar-benar tidak tahu kabar berita ini padahal Bu Cia panggilanku untuk Ibu Irul adalah sahabat terbaik bagi aku dan Irul, sering menghabiskan waktu bersama dan menceritakan banyak hal.
            14 Juni 2016, Ibu tiba-tiba datang ke Jogja saat aku sedang sibuk-sibuknya seminar hasil. Tidak direncanakan sebelumnya, katanya Ibu ingin menemani saat-saat ujian akhir seperti ini. Malam minggu itu Ibu mengajakku makan disalah satu rumah makan yang cukup terkenal di Jogja, katanya ingin mencoba masakan disana. Awalnya aku bingung, Ibu baru beberapa kali ke Jogja tapi kenapa begitu tahu dan ingin sekali makan di rumah makan itu.
“Kenapa harus makan disini bu?” Tanyaku dengan sedikit ngedumel.
“gakpapalah Tia, Ibu pengen coba masakannya”
“padahal banyak loh bu tempat lain yang lebih enak”
“sebenarnya sekalian Ibu pengen kenalin kamu sama teman Ibu, lagi di Jogja juga.”
            Betapa kagetnya malam itu, karena yang diundang Ibu ternyata adalah Irul, Ayahnya, dan adiknya Gita. Aku tahu, ayah Irul dan Ibu adalah teman baik saat kuliah dulu ditambah lagi aku dan Irul sudah bersahabat sejak SMP, maka bertambahlah kekerabatan diantara kami. Makan malam berlangsung layaknya teman yang lama tidak berjumpa, dan ditutup dengan membuat janji untuk makan malam lagi tiga hari kedepan.

            Sesampainya di kos, Ibu mengutarakan hal yang sontak membuatku kaget tidak terkira. Tentang pernyataan ayah Irul untuk menikah dengan Ibu. Hal ini sangat mengejutkanku, bukan karena keinginan Ibu untuk menikah lagi tapi karena kenapa harus Ayah Irul? Bukankah masih banyak laki-laki lain dimuka bumi ini? Bukankah Ibu punya banyak teman kantor yang juga single parent dan seumuran dengan Ibu? Kenapa harus Om Toni? Kenapa harus ayah dari orang yang sudah lama kutunggu kehadirannya kembali? Apa ini yang disebut cinta tidak terduga?
            Ibu bingung kenapa aku menangis mendengar pengakuan Ibu, aku pun tidak tahu harus jujur darimana. Dengan penuh keberanian akhirnya aku menceritakan semuanya, dari awal perkenalan, pertemuan, menjadi sahabat, hingga jatuh cinta pada Irul. Kukira ini salahku karena tidak pernah sekalipun jujur pada Ibu tentang perasaanku pada Irul. Kukira ini salahku karena tidak pernah berpikir bahwa kejadiannya akan seperti ini. Kecewa dan marah pada diri sendiri kurasakan saat itu.
            Aku tidak menyalahkan Ibu sedikitpun, awalnya Ibu yang ingin mengikhlaskan. Hal ini kutolak dengan alasan perasaan itu sudah tidak ada, hanya berbekas ingatan-ingatan masa remaja yang sekedar lucu untuk dikenang. Setidaknya alasan penuh kebohongan ini mampu meredakan resah di dada Ibu dan berbohong demi kebaikan kupercaya juga tidak menjadi masalah. Kekhawatiranku pada Ibu terjawab sudah, mungkin Om Toni lah orang yang tepat untuk menemani masa tua Ibu.
            Aku yakin Om Toni juga menanyakan hal yang sama pada putranya, kukira Irul mungkin merasakan hal yang sama denganku, walaupun tidak pernah sedikitpun ia membicarakan soal perasaan saat berbincang denganku dari dulu hingga sekarang. Pelan-pelan aku membangunkan diriku sendiri dari kekecewaan, mencoba menutup lembaran yang selalu kubuka saat senja tiba, menghapus perasaan yang kukira akan berakhir bahagia walaupun akhirnya menjadi duka lara, sekali lagi senja perlahan membantuku melepaskan rasa perlahan dan apa adanya.

            Tibalah hari yang dinanti itu, pernikahan Ibu dan Ayah Irul yang dikonsep sederhana tapi tetap elegan dan khusyuk. Bernuansa serba putih dan cokelat muda membuat suasana Jogja yang ternyata benar menjadi saksi kisah banyak orang semakin terasa syahdu. Tidak lama setelah keputusan itu, persiapan pernikahan hanya dilangsungkan dalam waktu dua bulan. Seluruh keluargaku dan keluarga Irul menjadi satu di acara yang menjadi sebab bahagia banyak orang ini. Dengan mengenakan jas krem bergaris cokelat tua disetiap kantongnya menambah kharisma Irul pagi itu. Acara berlangsung khusyuk dan akhirnya sah sudah aku dan Irul menjadi saudara yang akan bersama sehidup semati, satu rumah dan melanjutkan hidup ini dengan semestinya.
“Gak nyangka, jadi saudara ya kita Ra” Mulai Irul seadanya.
“Hahaha iya Rul, lucu yaa. Ternyata hidup gak bisa ditebak”
“Aku kira kita berdua bisa punya acara kaya gini suatu hari nanti, ternyata beneran tapi bedanya pemeran utamanya Ibu dan Ayah, lucu ya Ra”
“Lucunya sampai bikin pengen nangis Rul” Jawabku dengan air mata yang keluar dari kelopaknya.
            Sekali lagi senja menjadi saksi dari kisahku, yang mungkin juga dirasakan oleh banyak orang, entah sama, lebih pedih, atau mungkin ada juga senja-senja yang berbahagia. Sesederhana itulah senja kami berakhir, walaupun kali ini terasa lebih pekat dan penuh duka, aku percaya disamping itu senja cerah penuh bahagia sudah menanti disana. Aku yakin Irul memang sudah takdirnya akan menjadi saudaraku, dan kami harus menerima itu apa adanya. Seperti langit mengikhlaskan senja, dan menggantinya dengan yang lebih indah, malam.




 Nb: 
- Cerpen diatas menjadi salah satu nominasi 5 terbaik di Rector Cup UMM dengan tema "Cinta tak terduga"
- Terimakasih sudah menjadi tokoh dalam ceritaku, entah berakhir duka atau bahagia

Rabu, 26 April 2017

Balada setelah lulus SMA, mau kemana? #CoffeeBreak2



              Tiga tahun di SMA berhasil bikin aku percaya apa yang orang bilang “SMA masa paling indah”. Mungkin sama kaya apa yang kalian rasain? Walaupun awalnya ga ada niat masuk di SMA itu tapi karena kuasaNya melebihi segalanya sampailah aku disekolah itu. Berbekal tekad yang kuat untuk bertransformasi dari anak yang kuper dan kutu buku saat SMP, akhirnya membawaku untuk mengenal teman-teman yang “Asik”.
                Berhasil selalu masuk tiga besar karena memang persaingan di SMA gak seketat di SMP, bikin aku ngerasa sepertinya gak asik kalau cuma belajar aja. Timbullah rasa ingin coba-coba, daftar jadi pengurus OSIS dan pemain marching band. Its cool! Jadi pengurus OSIS ternyata gak se-ekstrim yang kukira, kegiatan nya asik, teman-temannya lebih asik lagi, dan spesialnya kamu bisa nonton konser/ikut seminar/jalan-jalan tanpa bayar bahkan dibayar (oke ini mental anak kos). Gak sih, sebenarnya lebih ke loyalitas dan toleransi yang banyak aku dapatin selama jadi pengurus OSIS dua periode di SMA. Disana nemuin teman-teman yang asik, susah senang bareng, berjuang buat wujudin mimpi sekolah kita, berhasil bikin sekolah kita dipandang lagi sama sekolah lain, berhasil bikin konser persembahan terakhir dari kita (ah baper) dan berhasil bikin kita punya alasan buat bolos kelas guru killer he-he. Kenal bahkan dekat banget sama pembina OSIS juga banyak bikin kita belajar jadi diri sendiri dan berani bermimpi.
                Sama temen-temen OSIS yang lain kita sudah lebih dari saudara karena banyak ngabisin waktu bareng dan lebih intens dibanding teman sekelas. Banyak memori sama mereka, ini kalau di ceritain mungkin gak habis sebelum sampe di season 7. Jadi, karna keasikannya dengan OSIS, sempat marching band juga, dan jadi purna ppi provinsi berhasil bikin aku lupa kalau ternyata kehidupan setelah SMA itu nyata adanya. Aku kira bakal seneng-seneng terus begini, bikin event sekolah, persiapan nampil MB di acara kota, atau anjangsana keluar kota sama purna Paskibra Provinsi, aku kira itu aja, ternyata...
                Pendaftaran SNMPTN atau jalur undangan sudah dibuka sebelum ujian nasional dan ini bikin aku galau. Pertama, gak tau passion nya dimana. Kedua, gak tau lebih unggul di IPA atau IPS, karena jujur aku masuk IPA Cuma karena anak IPA isinya anak-anak pintar, kali aja ketularan he-he. Dan alasan-alasan absurd lainnya. Setelah berunding dengan mama papa kakak akhirnya dipilihlah Kedokteran dan kesehatan masyarakat sebagai pilihan pertama. Jujur aku pesimis dengar kata kedokteran, tapi demi mengikuti keinginan keluarga dengan sepenuh hati kupilihlah pilihan itu.
                Setelah gagal di tes itu, aku coba lagi ikut beberapa tes di universitas lain dengan jurusan yang mirip-mirip tapi beda. Mulai dari kesehatan, ekonomi, administrasi, sastra, keguruan, sampai pertanian pun semuanya kucicipi. Dan tetaplah restu orang tua adalah restunya Allah swt, kesehatan pun jadi tambatan hati.

                Kehidupan setelah lulus SMA itu keras dan nyata, beneran. Aku ngekos sendirian, naik angkot kemana-mana waktu awal-awal ikut bimbel intensif buat SBMPTN 2015. Susah lah, apalagi dengan kondisi aku bingung passion ku dimana, jurusan yang paling aku pengen apa, bidang yang paling unggul dimana, walaupun waktu SMA terbilang cukup baik dibidang prestasi tetep aja gak menutup kemungkinan aku bingung mau kemana.
                Alhamdulillah setelah melewati masa-masa sulit itu sampailah aku dijurusan yang ku yakini pasti yang terbaik dengan segala kurang dan lebihnya. 

Pesan buat temen-temen yang baru aja tadi pagi lihat pengumuman SNMPTN dan tulisannya “MAAF”, gak papa terima aja kenyataan dengan lapang dada. Berarti bukan disitu passion kalian, bukan disitu jurusan yang terbaik buat kalian, pasti ada yang terbaik kok setelahnya. Jangan nyerah, aku aja tujuh kali tes dan enam kali gagal, jangan bilang kalian pengen ngerasain nangis berkali-kali kaya aku ya he-he. Belajar yang serius, kalau punya dana dan waktu ya ikut bimbel yang rajin, jangan sia-siain kesempatan selagi orang tua masih sanggup biayain sekolah kita.

Pesan buat temen-temen yang baru naik kelas 3 SMA, fokuslah belajar untuk persiapan kehidupan setelah SMA yang lebih kejam dari hutan belantara (oke alay). Yang masih jadi pengurus OSIS keasyikan, ayolah berhenti, yang masih gak tega melepas seragam paskibra nya, lepaskanlah, yang gak sanggup menanggalkan senar marching kebanggaannya, tanggalkanlah, dan yang masih takut untuk gugur dari jabatannya sebagai kapten basket, gugurlah. Sudah waktunya kalian memikirkan masa depan dengan segala pahit manisnya. Sudah waktunya keluar dari zona nyaman dan serius dengan masa depan.
                Walaupun jadi siswa yang aktif di SMA gak menutup kemungkinan kita tetap berhasil gapai cita-cita asalkan tetap fokus dan punya tujuan. Karena jadi siswa yang aktif juga mengantarkan kita pada lingkungan yang baik, produktif dan positif. Berkaryalah sebanyak-banyaknya selagi punya kesempatan tapi tetap fokus dengan tujuan dan cara mewujudkannya.  

Banyak pilihan setelah lulus SMA, bisa langsung kuliah atau kerja dulu, sekolah kedinasan, politeknik, pendidikan TNI/POLRI, Akademi militer/ Akademi Kepolisian, Sekolah tinggi, kursus, atau mungkin menikah dulu? banyak sekali pilihan, jadi tergantung kalian ingin yang mana, semua sudah ada kurang dan lebihnya, tapi apapun pilihan itu jika memang sudah jadi jalan kalian maka jalani dengan sebaik-baiknya dan jadilah yang bermanfaat.          


Sekali lagi buat temen-temen yang lelah dengan kata “MAAF", "GAGAL", "COBA LAGI" dan kata-kata pedih lainnya yang muncul di layar laptop , percayalah akan ada kata “SELAMAT”, "ANDA BERHASIL", "ANDA DITERIMA" setelahnya. Semangat pejuang masa depan!! 


Sabtu, 22 April 2017

PILKADA DKI #CoffeeBreak1

Nulis itu seru, karena aku bebas berpendapat tanpa harus mengeluarkan suara, ya suaranya lewat tulisan sih. Mungkin pada heran kenapa sebegitunya peduli sih sama PILKADA DKI?

"Yang pilkada di DKI kok situ yang sibuk?"

Pertanyaan kurang cerdas yang pertama ya model begini. DKI adalah jantung Indonesia, otomatis jika jantung nya sakit maka seluruh badan ikut sakit, bahkan bisa mati. Simple nya sih gitu.

Lets argument. Jadi pilkada DKI baru aja selesai dan Alhamdulillah banget Pak Anies - Sandi menang dan 17 Oktober nanti bakal dilantik. Jelas kemenangan beliau mengundang pro dan kontra, yaa aku gak bisa menjudge siapapun yang mau ngomong abcdef yang pasti ternyata muslim DKI sebagian besar sudah cerdas untuk menentukan pilihannya.

Flashback ke beberapa aksi damai yang terjadi dari akhir tahun sampe awal tahun ini, Masya Allah banget dengan seluruh muslim yang ada disana, entah yang ikut andil dibarisan itu ataupun yang ikut mendukung kaya ngasih makan minum dan segala yang dibutuhkan umat secara cuma-cuma. Aksi damai 212 (2/12/2016). 

Awalnya bisa dibilang aku sebagai mahasiswi semester tiga waktu itu bener-bener gak peduli sama apa aja yang terjadi di Indonesia entah politiknya, hukumnya, atau apalah itu. Seiring berjalannya waktu karena mulai membuka pikiran dan menerima masukan-masukan akhirnya sadar juga kalau ternyata jadi mahasiswa gak boleh sebuta itu, kita generasi bangsa coy, mau jadi apa Indonesia kalau penerusnya sekedar rasa peduli pun nggak punya? mau dibawa kemana bangsa ini? asik udah kaya nasionalis ya ini?

Karena sering dengar kakak cerita, membagi wawasannya dan belajar buat lebih peduli sama hal-hal bermanfaat akhirnya timbullah ketertarikan ini untuk terus memantau apa yang sebenarnya terjadi sama bangsa ini. 

Kembali ke awal, banyak non-is bahkan muslim yang bilang :
"Ih fanatic banget sih, kan kita bebas memilih, apa salahnya dia china?"

Oke ini sumpah kurang cerdas banget, karena ketika kita muslim maka pedoman kita Al-quran kan? Kan udah jelas di Al-quran bahwa kita harus memilih pemimpin muslim! harus ! wajib! bagaimanapun bentuk calon pemimpin muslim itu tetap harus kita pilih jika disandingkan dengan pemimpin non-is. Dan Alhamdulillah nya Pak Anies- Sandi adalah pemimpin yang santun dan semoga amanah. Masalah pak ahok china, sekali lagi yang kita permasalahin bukan cina nya tapi agamanya. So be think before talk;)

Oke kalau yang bilang seperti diatas memang non-is dan gak paham sama aturan agama kita, tapi yang amat disayangkan kalau yang berbicara diatas adalah muslim. Didoakan aja semoga segera terbuka hatinya kalau kapan kapan ada pemilihan lagi.

Masalah pak Ahok menistakan agama. Ini juga gak kalah seru. Banyak yang bilang:
"Alay dah, cuma ngomong gitu doang, sampe demo segitunya"

wih coy, sadar gak yang dia nistakan itu apa? Al-quran. Pedoman kita umat muslim, perantara Allah swt untuk bicara sama hambanya dan dia dengan ringannya bilang kalau itu "bohong". Bangga banget sama anak muda bahkan anak kecil yang ikut aksi damai untuk membela apa yang memang seharusnya kita bela.

Akhirnya baru-baru ini keluar tuh keputusan soal hukuman pak Ahok, 1 tahun penjara dengan 2 tahun masa percobaan. Istighfar banget, istighfar. Hukuman segitu apa pantas untuk seseorang yang sudah menghinakan agama lain bahkan gak cuma sekali? entah bagaimana dengan hukum negara ini.

Lambatnya proses ini juga bikin banyak artis di Indonesia ikut-ikutan untuk menghina agama islam, menghina ulama padahal dirinya sendiri juga muslim entah apa tujuannya, untuk sensasi kah atau memang untuk membuat suasana semakin kacau? Uus, Aron Ashab, Inul Daratista dan entah siapa lagi yang dengan sadar bangga akan apa yang mereka ucapkan walaupun akhirnya harus minta maaf karena posisinya sebagai publik figur terancam.

okelah dengan semua lika-liku perpolitikan ini, akhirnya Allah swt menunjukkan kuasanya dan memberi angin segar utuk DKI dan Indonesia terpilihlah pemimpin muslim yang semoga amanah dan bisa mewujudkan visi misinya. Walaupun hukuman sang penista belum memuaskan.

Kesimpulannya, ini waktunya kita kembali bersatu. Pilkada sudah usai dan waktunya kotak-kotak putih kembali jadi merah putih tanpa ada corak lain didalamnya. Kembali jadi Indonesia yang bersatu, yang saling menghargai, entah menghargai agama lain, Ras nya atau apapun itu. Jangan saling membenci, jangan saling menghina, dunia sudah terlalu tua untuk diisi dengan saling membenci. Masalah hukuman yang harus diberikan itu bukan perwujudan dari rasa benci tapi perwujudan dari bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, as simple as that.

So, bersatu lagi yaa Indonesia. Aku gak tau apa tulisan ini akan dihayati dipahami atau hanya menjadi salah satu post yang menemani post post yang lain, setidaknya bisa berpendapat dan mengutarakannya sudah menjadi lebih baik dibandingkan diam dan tidak mau tahu dengan apa yang terjadi. 

Jumat, 21 April 2017

Liburan dadakan BANYUWANGI & BALI, INDONESIA #Trip1

Dari kecil sudah punya mimpi untuk ke semua negeri di dunia ini, entah dengan cara apa mungkin dengan beasiswa? Study Excursion? Study banding? jalan-jalan sama keluarga? jenguk ade diTurki? atau jalan apa yang pasti akan keluar negeri, kemana aja yang aku mau tanpa batasan finansial. Aamiin.

Semester 1 kemarin, kita para maba ini iseng ngeliatin tanggal merah dikalender, dan nemu libur yang lumayan panjang sekitar 4 hari. Lumayan nih dipake buat travelling ketempat yang agak jauhan. Awalnya pilihannya ke Yogyakarta atau Surabaya atau Blitar? Tapi kok kayanya basi banget yaa, so satu teman kita asal Banyuwangi nawarin buat main ke kampungnya, dan ngeliatin ke kita so many beach there and we interesting!!!

Perjalanan 9 jam with economic train to go to Banyuwangi its still so long time because tempat duduk kereta ekonomi yang lumayan tipis bikin bokong terasa lebih sakit dari biasanya, maklum lah anak kos liburan dengan biaya yang super hemat, dengan harga tiket 65 ribu yang penting bisa nyampai ditempat yang dituju.






Berbekal pop mie dan aqua secukupnya yang penting perut gak teriak-teriak, akhirnya nyampe Banyuwangi jam 11 malam, dan dianter lah kerumah teman kita ini. Gak banyak basa basi langsung pada tepar (bahasa khas kalimantan yang artinya tidur) semuanya, paginya kita ready dan berangkat ke Bangsring Breeze. Its so first experience buatku karena emang terlahir dari keluarga yang gak begitu hobi piknik, jalan-jalan, atau semacamnya. Snorkling jadi kegiatan yang seru parah karena emang laut banyuwangi so wonderful , isi-isi laut jelas banget keliatan dari balik kacamata renang yang aku pake. Berenang sampai ke tengah laut dan nikmatin semua yang Tuhan sajikan dengan perfect nya buat aku sadar kalau surah Ar-Rahman memang dibuat berdasarkan kenyataan yang amat sangat, Indonesia aja begini gimana luar negeri? Oh Tuhan, bantu aku kesemua negeri di dunia ini, Aamiin yaa Rabb. But emang laut Indonesia kan super keren yaa, aku aja yang baru bisa explore sekarang.





Ngabisin waktu seharian di Bangsring Breeze cukuplah bikin kita yang haus piknik ini terobati, karena perjalanan ke rumahnya temen kita ini lumayan jauh dari BB (Bangsring Breeze) bikin kita mikirin yang makin ngaco dijalan pulang.
"Bali kayanya asik rek?"
Wedeh ide aplagi ini, karena kenekatan yang nekat banget so kita rencanain besok malam ke Bali, dengan modal duit pas-pasan dan bensin mobil yang Insya Allah akan kita perjuangkan bersama.

WELCOME TO BALI!
Malu-maluin gak sih sudah umur 18 tahun baru pernah ke Bali, Kota di Indonesia yang paling banyak menarik turis mancanegara. Maklum lah jadi anak Kalimantan super sangat terbatas untuk jalan-jalan kemanapun karena terbatasnya jarak.

Bedugul jadi objek yang pertama kita datengin, kabut tebel masih nyelimutin bedugul pagi ini. Sumpah dingin banget tapi seru karena bisa lihat Objek yang ada di uang 50 ribuan didepan mata langsung. Lumayan...



Next kita ke Pandawa Beach, Nah ini baru pantai beneran. Kerenlah, ombaknya asik buat surfing dan matahari yang cukup nyengat sukses buat kulit yang sudah cokelat ini makin cokelat lagi.



and then ini waktu yang pas banget buat lanjutin perjalanan ke Pantai Kuta. Yang jadi pantai paling sering aku dengar di lagu-lagu, sering baca di buku-buku, dan ternyata aslinya Out of my expectation. Ternyata Biasa aja, malah lebih mirip Pantai amal kalau didaerahku, ya bedanya di Kuta banyak turis yang berjemur dan pakai bikini. But Recomended lah. Kita juga ngelewatin tol terpanjang se Asia Tenggara di Tol Nusa Dua, and its so amaze karena aku mikir gimana cara buat tol sepanjang ini diatas laut sedalam ini? yaa itulah karena kekuasaan Allah swt yang menciptakan sesuatu untuk bisa menciptakan sesuatu.




okey, sekian cerita singkat yang sebenernya lebih panjang lagi kalau aku jabarin detailnya. Yang pasti after ngabisin waktu 24 jam literally tanpa mandi bener-bener gak mandi akhirnya kita balik ke Banyuwangi dan besoknya balik ke kota kita untuk istirahat dan menyadari kalau liburan kali ini cukup Out of the box :D

JFYI, perjalanan ini sudah satu tahun hampir dua tahun lalu dan cuma lagi iseng aja buat nulis dan bisa aku baca 10 20 30 tahun lagi kala mengingat masa muda jadi hal paling lucu nanti. Maafkan foto-foto dengan kualitas gambar yang tidak begitu baik, percayalah beberapa gambar diambil dengan gopro keluaran jadul, its not about pictures but memories (ngeles ajasih).

HALLO! IT'S ME

So long time no see yaa..
setelah membaca ulang entri-entri yang pernah aku publish di blog yang gak sengaja jadi tempat curhat ini, nampaknya blog ini harus ada pembaruan and then...
Aku bakal nulis tentang kota-kota yang pernah aku kunjungin selama merantau dua tahun ini, tentang padanganku tentang apa aja yang lagi marak, dan beberapa cerpen kontribusiku di beberapa ajang, for the first kita perkenalan dulu yaa..
Aku, bisa kalian panggil Ica, panggilanku jaman SMP dulu. sekarang sudah semester empat di salah satu perguruan tinggi swasta di jawa timur, mengambil jurusan kesehatan dengan kondisi yang amat minim untuk belajar eksak bikin aku harus melarikan jiwaku ke menulis, membaca, traveling, singing, and another absurd daily activity.
Jadi, aku bakal nulis tentang apa aja yang mau aku tulis dan selamat menikmati


And
WELCOME~

Coffee Break diujung usia Quarter Life Crisis (25)

 Alhamdulillah... menghitung hari akan memasuki usia 26. Rasanya tahun ini sangat berbeda dari tahun sebelumnya, matahari sepertinya sudah j...