"Kalau ditanya hidup ini untuk apa, kamu bakal jawab apa?"
"Untuk Allah? Untuk mati? untuk kekal di alam setelah ini?"
"Ya semua orang juga tahu soal itu, lebih spesifik, dari hati kamu yang paling dalam"
"Aku hidup ya untuk hidup. Aku sering nanya ke diriku sendiri. Kenapa aku lahir dikeluargaku, kenapa aku lahir dikotaku, kenapa aku sekolah disana, kenapa aku merantau kesini, kenapa aku harus ketemu si ini si itu, kenapa aku harus sedih, kenapa aku harus kecewa, kenapa aku harus ngerasa harus begini dan begitu? pernah sadar gak kalau semua kenapa itu pasti ada karena nya?"
"Kamu rumit ya"
"Bukannya itu yang bikin kamu tetap disini?"
"Kamu pernah berpikir kenapa aku nanya kaya gini ke kamu?"
"Karena kamu tau kalau pertanyaanmu ini akan buat aku sadar tentang alasanku tetap ada disini"
"Aku yakin semua hal ada alasannya, sesepele apapun itu."
"Kadang aku mikir, apa aku sudah jadi anak yang cukup baik buat orangtuaku? jadi ade yang baik untuk kaka ku? untuk kaka iparku? jadi kaka yang baik untuk adekku? jadi tante yang baik untuk ponakanku? jadi sahabat yang baik, jadi mahasiswi yang baik, jadi partner yang baik untuk kamu, bahkan apa aku sudah jadi hamba yang baik untuk Tuhanku?"
"mungkin belum"
"Aku ngerasa belum utuh sebagai manusia, banyak banget hal-hal diluar kendaliku yang aku tahu itu gak sesuai sama mauku. aku punya banyak sekali keinginan, abcdef tapi aku tahu itu bertentangan dengan apa yang orangtua dan keluarga aku mau. menurut kamu, ketika aku milih untuk ikutin orangtuaku, apa itu gak melanggar hak untuk diriku sendiri?"
"apa contohnya?"
"Entahlah, rasanya mimpiku bukan seperti ini. Rasanya sayapku masih harus kukepakkan sendiri. Tapi aku dipaksa pulang, kembali ketempat dimana aku dierami. Kembali ke sangkar hangat dengan makanan berlimpah ruah. sedangkan alam membentang luas adalah impianku. singgah dari satu pohon ke pohon lain adalah hobiku, bertemu berbagai rupa sesamaku dan menjejaki kehidupan di alam bebas. Bukan berarti aku benci kembali, hanya saja rasanya bukan itu titik pencapaianku."
"bicara soal mimpi ternyata"
"Setiap aku mulai yakin dengan mimpiku, seolah dunia tidak pernah mendukung itu. Apakah hidup ini harus selalu memikirkan banyak hal?"
"menurutku harus"
"Alasannya?"
"Kita, kamu, aku, gak hidup sendiri didunia ini. sekalipun kamu yakin dengan sayapmu, kamu tak peduli ranting pohonmu rapuh dan lapuk, kamu percaya pada sayapmu, aku tau itu. Tapi apa kamu lupa siapa yang mengajarkanmu terbang? lantas kenapa setelah mampu terbang tinggi seolah kau enggan kembali?"
"Aku merasa belum saatnya, dunia ini luas, banyak hal yang harus kusinggahi"
"Ingat, mengikuti dunia tidak akan pernah ada ujungnya"
"Tapi aku setakut itu, aku takut kembali ke sangkar emasku dan lupa caranya mengepakkan sayapku setinggi-tingginya. sudah cukup sangkar emas itu merawatku bertahun-tahun, rasanya sayap ini sudah menjadi hakku"
"Kau timbang lagi, ini persoalan ego, mimpi, ataukah cinta yang ada dihatimu?"
"aku tidak naif, mungkin ketiganya"
"Coba kau pikirkan lagi, jangan egois, ingat itu. jangan terbawa keindahan alam yang kau pikir selamanya padahal sementara juga. apa kamu belum pernah merasakan hujan lebat? angin kencang? bahkan runtuhnya pohon yang kau percaya bisa jadi rumahmu selamanya?"
"ah iya, aku tidak pernah merasakan semua itu. sangkar emasku menawarkan banyak kenyamanan dan kasih sayang yang terkadang palsu. bukan maksudnya berpura-pura, palsu yang kumaksud adalah membuatku terlena dengan kenyamanan dan lupa pada apa artinya perjuangan"
"Kau rumit, selalu"
"
Selasa, 29 Oktober 2019
Sabtu, 26 Oktober 2019
Putu Lanang #Blogseries4
"Putu ini masih enak"
"Bukannya selalu enak? rasa yang dulu gak akan pernah berubah" Jawab Alan asal sambil sesekali mencubit putu sedikit demi sedikit.
Putu Lanang di dekar Coor Jesu memang masih sama, bahkan jumlah putu nya pun gak pernah berubah. Rasanya seperti baru saja aku dan Alan ngantri sampai berjam-jam demi dua bungkus putu waktu itu.
"Kadang aku mikir ya lan, kok kayanya waktu bisa jadi secepat ini. Time flies so fast, we have our own way now"
"Ya kalau gak gitu bukan hidup namanya Rev, kita ini cuma pemeran buat cerita yang sudah Allah tuliskan"
"Pernah gak sih kamu berharap waktu bisa berhenti sebentar aja lan?"
"Pernah"
"Kapan?"
Hening, Alan tidak mengeluarkan sepatah katapun hanya lirikannya yang tajam tepat mengarah kemataku yang daritadi menunggu jawaban keluar dari mulutnya.
"Kamu punya mimpi, aku punya mimpi, semua orang punya mimpi ya lan. Tapi pernah gak sih kamu ngerasa mimpimu dikuasai orang lain yang bukan kamu? gimana ya, kok belibet jadinya. intinya gitu lan."
"iya aku paham maksudmu"
"Pernah gak?"
"Kalau dulu aku punya mimpi bangun semua ini dari awal sampai akhir bareng kamu, susah jatuh senang bareng kamu, dan sekarang kamu milih pergi jauh untuk lupain semuanya. Boleh aku bilang kamu yang pegang mimpiku? boleh aku bilang kamu juga yang hancurin mimpi yang kamu ciptain bareng aku? boleh gak rev?"
Hening. Teringat kenangan bertahun-tahun lalu bersama Alan. Waktu kami masih sama-sama mahasiswa kere yang berharap uang bulanan. Waktu aku sibuk nyelesein skripsi dan Alan sibuk nyari uang tambahan buat nyelesein kuliahnya. Aku yang kemanapun bawa laptop dengan tekad cumlaude waktu itu, Alan yang rela kerja apa aja buat biaya kuliahnya mulai dari driver, ngerental mobil, bagiin brosur dan hal-hal diluar kendali kita berdua.
Sama Alan aku paham, ternyata gak semua hal itu mudah. Aku beruntung lahir dikeluarga yang berkecukupan, bisa biayai kuliahku full tanpa pernah telat. Gimana Alan? yang harus kerja bahkan sebelum dia lulus.
Sama Alan aku paham, hidup bukan hanya tentang senang-senang. Gak jarang aku nemenin dia ketemu custumer yang bentuknya beraneka rupa dan dihadapin dengan cara yang juga beda-beda. Alan, dia masih Alanku dua tiga bahkan empat tahun yang lalu.
"Habisin nih"
"Nggak lan, aku kenyang. ayo pulang, anter aku ke penginapan"
Bersambung~
"Bukannya selalu enak? rasa yang dulu gak akan pernah berubah" Jawab Alan asal sambil sesekali mencubit putu sedikit demi sedikit.
Putu Lanang di dekar Coor Jesu memang masih sama, bahkan jumlah putu nya pun gak pernah berubah. Rasanya seperti baru saja aku dan Alan ngantri sampai berjam-jam demi dua bungkus putu waktu itu.
"Kadang aku mikir ya lan, kok kayanya waktu bisa jadi secepat ini. Time flies so fast, we have our own way now"
"Ya kalau gak gitu bukan hidup namanya Rev, kita ini cuma pemeran buat cerita yang sudah Allah tuliskan"
"Pernah gak sih kamu berharap waktu bisa berhenti sebentar aja lan?"
"Pernah"
"Kapan?"
Hening, Alan tidak mengeluarkan sepatah katapun hanya lirikannya yang tajam tepat mengarah kemataku yang daritadi menunggu jawaban keluar dari mulutnya.
"Kamu punya mimpi, aku punya mimpi, semua orang punya mimpi ya lan. Tapi pernah gak sih kamu ngerasa mimpimu dikuasai orang lain yang bukan kamu? gimana ya, kok belibet jadinya. intinya gitu lan."
"iya aku paham maksudmu"
"Pernah gak?"
"Kalau dulu aku punya mimpi bangun semua ini dari awal sampai akhir bareng kamu, susah jatuh senang bareng kamu, dan sekarang kamu milih pergi jauh untuk lupain semuanya. Boleh aku bilang kamu yang pegang mimpiku? boleh aku bilang kamu juga yang hancurin mimpi yang kamu ciptain bareng aku? boleh gak rev?"
Hening. Teringat kenangan bertahun-tahun lalu bersama Alan. Waktu kami masih sama-sama mahasiswa kere yang berharap uang bulanan. Waktu aku sibuk nyelesein skripsi dan Alan sibuk nyari uang tambahan buat nyelesein kuliahnya. Aku yang kemanapun bawa laptop dengan tekad cumlaude waktu itu, Alan yang rela kerja apa aja buat biaya kuliahnya mulai dari driver, ngerental mobil, bagiin brosur dan hal-hal diluar kendali kita berdua.
Sama Alan aku paham, ternyata gak semua hal itu mudah. Aku beruntung lahir dikeluarga yang berkecukupan, bisa biayai kuliahku full tanpa pernah telat. Gimana Alan? yang harus kerja bahkan sebelum dia lulus.
Sama Alan aku paham, hidup bukan hanya tentang senang-senang. Gak jarang aku nemenin dia ketemu custumer yang bentuknya beraneka rupa dan dihadapin dengan cara yang juga beda-beda. Alan, dia masih Alanku dua tiga bahkan empat tahun yang lalu.
"Habisin nih"
"Nggak lan, aku kenyang. ayo pulang, anter aku ke penginapan"
Bersambung~
Minggu, 20 Oktober 2019
Malang malam ini #Blogseries3
Boleh aku bilang kita seperti uapan kopi yang tidak lagi mengepul?
Kau hidangkan aku tapi tak kunjung kau minum.
Kutau kau resah, tuan.
Hidupmu tak lain adalah tentang perjuangan. Bukankah aku selalu berjanji akan jadi peneman?
Aku atau sepertinya kau yg lupa tuan?
Untuk apa dan seperti apa mimpi yang sudah kita ciptakan.
Kita dingin, seperti malang malam ini.
Kau kalut dengan bebanmu, aku bermain dengan tanda tanyaku.
Aku tau ini bukan lagi hal sesederhana rasa cemburu, rasa tertarik pada orang lain selain kita, bukan, bukan itu.
Ini perihal haluan kita yg nampaknya semakin berlawanan.
Kau bersihkeras dengan kemudi dan petamu, sedangkan aku tetap pada layarku yg menanti angin untuk dibawa kemana, ketempat yang telah lama jadi mimpiku.
Bagaimana kapal kita? Apa aku yg harus pergi dan berlabuh pada kapal yg lain? Atau kau mencari penumpang yang searah dengan tujuanmu?
Malang malam ini.
My first magang #CoffeeBreak18
Satu dua tiga, ternyata sudah tiga minggu. Magang di yayasan pembinaan anak cacat buat aku berpikir ternyata begitu banyak kesyukuran yang harusnya kita khususnya aku, setiap hari ucapkan. Jadi salah satu mahasiswi yang dikasih kesempatan magang disini, pasti Allah punya maksud memilihku. setiap hari bahkan setiap saat, kita bisa jumpai bermacam-macam anak berkebutuhan khusus disini. Mulai dari yang terapi, asrama. sampai sekolah. Yayasan Pembinaan Anak Cacat atau umum disingkat YPAC adalah yayasan yang menampung anak-anak berkebutuhan khusus yang akan difasilitasi tempat tinggal, pendidikan, hingga terapi sesuai kebutuhan. Banyak hal yang buat aku kagum, mereka yang sama-sama berkebutuhan saja masih bisa saling menolong dengan keterbatasan masing-masing. Belum lagi melihat orang tuanya yang setia menemani terapi 2-3 kali seminggu. Umur mereka beragam mulai dari bayi hingga dewasa, bahkan ada yang sudah berumur 30 tahun, Masya Allah. Walaupun sudah sedewasa itu orangtuanya terlihat sangat tulus untuk menagantarnya setiap hari ke klinik untuk diterapi, sudah berlangsung kurang lebih sejak dia berumur 5 tahun. Bagaimana mungkin kita yang diberi kesempurnaan secara fisik masih sanggup untuk mengeluh? malu rasanya sama yang menciptakan kita.
Ada juga si kembar, orangtuanya masih muda, sepertinya si kembar anak pertama. Qodarullah mereka berdua diberi kelebihan oleh Allah sebagai ladang pahala untuk orangtuanya. Yang aku heran tidak tampak sedikitpun gurat kekecewaan atau kata keluhan yang keluar dari mulut orangtuanya pada si kembar, kedua neneknya juga ikut datang menemani mereka terapi.
Ada juga si kembar, orangtuanya masih muda, sepertinya si kembar anak pertama. Qodarullah mereka berdua diberi kelebihan oleh Allah sebagai ladang pahala untuk orangtuanya. Yang aku heran tidak tampak sedikitpun gurat kekecewaan atau kata keluhan yang keluar dari mulut orangtuanya pada si kembar, kedua neneknya juga ikut datang menemani mereka terapi.
Langganan:
Postingan (Atom)
Coffee Break diujung usia Quarter Life Crisis (25)
Alhamdulillah... menghitung hari akan memasuki usia 26. Rasanya tahun ini sangat berbeda dari tahun sebelumnya, matahari sepertinya sudah j...
-
Santri Pemegang Amanah By: Rwp Aku terbangun, detak jantungku berdegup cepat tidak seperti biasanya. Kuraba seluruh kasurku dala...
-
Kembali ke Coffee Break :) Kali ini aku pengen berpendapat tentang perbedaan mahasiswa organisasi dan non-organisasi. Why harus tema ini? k...
-
Hati yang dulu berlayar, kini telah menepi.... Penantian yang sejak dulu sunyi, kini telah dihampiri.... Pertemuan dan perkenalan singkat ...