Hai, sudah sekian musim terlewat, lama tidak menulis dan
menuangkan rasa. Tujuh bulan berlari kencang ternyata lelah juga. Malang
dingin, lebih dingin dari biasanya, meringkuk disudut kamar dibawah selimut
sudah jadi rutinitas sembari memikirkan masa depan. Aku sudah sarjana? Iya benar,
lalu apa?
Alhamdulillah setelah satu semester bergelut dengan skripsi
dan penelitian akhirnya semua selesai dengan pujian bahkan memuaskan. Lulus dengan
nilai dan waktu yang sesuai target sejak maba mungkin menjadi kesyukuran
luarbiasa untukku dan orang tua. Sudah empat bulan setelah wisuda, dan aku
masih mencari tempat dimana selanjutnya. Dua bulan istirahat dikampung halaman
ternyata lebih dari cukup sebagai bekal untuk kembali merantau lagi.
Hari ini, usaha dimulai. Berkorban dan mengesampingkan semua
keinginan. Merancang rangkaian rencana yang dibuat jauh-jauh hari agar semakin
dekat dengan mimpi-mimpi. Semakin kesini rasanya semakin sendiri, entah karna
ramai yang mengantarkan pada sepi atau memang
aku yang damai sendiri?
Aku jauh, dari semuanya. Dari kebiasaanku yang dulu, dari
sisa sisa sahabat yang dulu selalu ada. Ah iya, aku lupa ternyata benar waktu
sudah menggilas habis semuanya. Merebut waktu dan orang yang kupunya disini. Kini
rasanya benar, berjuang sendiri ternyata tidak seburuk itu. Bukankah hakikatnya
hidup adalah sendiri?
Meninggalkan rumah untuk kembali berjuang disini bukanlah
hal yang mudah, mengingat orangtua selalu butuh ditemani, rasanya umur membuat
mereka semakin bersahabat dengan sepi. Tapi percayakah untuk tetap bertahan
dirumah dengan keadaan ‘sudah sarjana’ tapi tanpa jati diri rasanya hampa
sekali. Egois? Bisa jadi. Dan memilih pergi lebih dini mungkin bisa jadi
pilihan yang paling baik untuk saat ini.
Semakin aku disini, semakin sepi, semakin aku merasa bahwa
hidup ini tak lebih dari sekedar perjalanan untuk mati. Apa yang kucari? Pendidikan
lagi? Kebahagiaan duniawi? Kekayaan hakiki? Atau apa lagi? Aku mulai kehilangan
kendali.
Diujung Kasur kau temukan kakiku bersentuhan dengan
kertas-kertas, buku-buku yang merengek untuk dibaca lagi. Aku tau ini adalah
kewajibanku, bukankah hak ku untuk merasa lelah dengan semua hal yang
kuciptakan sendiri?
Setiap pagi aku akan terbangun dari mimpi yang kau
dengungkan dan disambut dengan ketakutan yang kau ungkapkan. Aku akan
menanggalkan segalanya dan melemparkannya ditumpukan. Aku adalah kumpulan
ketakutan yang kuciptakan sendiri, entah pada apa. Aku tak pernah membayangkan
seseorang mampu mebaca ketakutanku sendiri.
Ini hanyalah kumpulan ketakutanku yang mencari tenang atau
ambisi kau dan mereka yang menanti kebahagiaan. Ada saatnya, aku menjadi apa
yang kuingini sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar