Selasa, 29 Januari 2019

RSJ punya cerita #CoffeeBreak16



Magang. Dari jaman sekolah dulu kata magang selalu jadi hal yang bikin aku penasaran. Setelah melewati fase ini terjawab sudah apa yang menjadi pertanyaanku dulu. Dapat lokasi magang di rumah sakit jiwa adalah tantangan baru buatku, karena menghadapi pasien normal aja butuh ilmu lebih apalagi pasien jiwa.
Beruntung. Itu yang pertama kali ada dibenakku waktu lihat nama tercantum di RSJ. Banyak hal yang aku syukuri, apalagi di rsj ini kita disediakan asrama plus makan tiga kali sehari. Belum lagi disini juga banyak mahasiswa kesehatan dari segala penjuru yang magang, mulai dari dokter muda, nurse muda, perawat, okupasi terapi, psikologi, terapi wicara, dan kesehatan lainnya.
Dari preklinik ini aku baru ngerasa apa sebenarnya jurusanku ini, apa fungsinya, gimana kerjanya, apa yang harus dilakukan. Benar kata orang, passion itu dicari bukan ditunggu.
Menjadi calon tenaga medis mengharuskan kita untuk punya respect tinggi ke orang lain, dan asal kalian tahu segitu malasnya aku dengan yang namanya basa-basi. Dituntut keadaan dan profesi memang bisa buat kita belajar banyak, akhirnya belajar lah aku untuk meningkatkan skill respect dan basa-basi.
Awalnya sulit tapi semakin hari semakin bisa dinikmati. Ketemu pasien dari berbagai kalangan, umur, pekerjaan buat kita gak cuma belajar ilmu pengetahuan tapi ilmu kehidupan.
Gimana rasanya waktu tahu kalau pasien kita ini sudah terapi bertahun-tahun, seminggu dua kali harus ke rumah sakit, sendirian, naik angkot pula. Kemana anak cucunya?
Gimana rasanya waktu tahu pasien kita ini sudah berumur kepala 5, waktu ditanya datang sama siapa, beliau cuma jawab “saya hidup sendiri mbak, saya belum menikah”.
Gimana rasanya waktu tahu pasien kita ini masih muda, bahkan dibawah umur kita. Tapi sudah harus duduk dikursi roda karena stroke sejak SMA. “Gak ada cita-cita untuk saya mba”
Gimana rasanya waktu tahu pasien kita sudah setua ini, serenta ini, mengalami gangguan jiwa, serangan stroke, tidak ada keluarga yang menjenguk. “mba sering-sering kesini ya, saya sendiri”
Gimana rasanya waktu tahu sepasang suami istri datang membawa anaknya yang cukup besar untuk digendong karena keterbatasan fisik, dan bilang “cukup dia saja anak kami mba, takut kalau ada adenya nanti dia gak keurus”
Bicara soal pasien jiwa disini. Kami mengenalnya dengan nama Citra, pasien jiwa yang masih berumur sekitar 15 tahun, gadis yang menghabiskan masa remajanya di bangsal rumah sakit jiwa. Teman-teman bilang alasan Citra dirawat disini karena jiwanya terganggu setelah patah hati, sekali lagi karena patah hati. Siapa yang menyangka gadis semuda itu? Memang segala sesuatu di dunia ini ada batasnya, ada porsinya, apapun yang berlebihan tidak akan baik akhirnya. Citra hanya salah satu dari 800 lebih kisah pasien jiwa yang menyayat hati kita, terlebih menyayat hati keluarganya sendiri. sekian banyak pasien jiwa disini berasal dari kalangan dan status sosial yang berbeda-beda, yang pasti tidak ada satupun dari mereka yang menginginkan keadaan ini. Pasien jiwa disini banyak memberi kami pelajaran, dekat sekali rasanya dengan rasa syukur setiap mendengar bagaimana kisah hingga mereka bisa dirawat di RSJ, banyak sekali hal-hal yang harusnya kita syukuri karena masih diberikan nikmatnya sehat lahir dan batin, masih mampu hidup normal bersama orang-orang yang kita sayangi.
Menjadi seperti mereka tentu ada alasannya, itulah sebab kenapa kita tidak boleh menganggap sesuatu itu sepele, karena apa yang sepele bagi kita belum tentu sepele bagi orang lain. Bisa saja hal-hal sederhana itu mampu merusak hati mereka, membuat mereka terus kepikiran hingga mengganggu mental dan jiwanya, siapa yang tahu?
Jauhi komentar yang berbau fisik, ekonomi, keluarga dan hal-hal yang kiranya mampu menjatuhkan harga diri orang lain. Tolong! teruslah berbicara positif dan melakukan kebaikan, walaupun kenyataannya sulit tapi setidaknya hal itu tidak menambah beban orang lain. Ingat, apa yang kita anggap kecil belum tentu kecil bagi orang lain.
Sayangi orang-orang terdekat kita, siapa yang tahu sampai kapan batas waktu kebersamaan kita dengan mereka? 
Terlalu banyak cerita yang gak akan habis kalau dijabarkan. Setiap pasien membawa duka dan sukanya masing-masing, setiap pasien memiliki cerita yang tidak semua orang tau, tapi satu hal yang aku percaya mereka memiliki kemauan yang tinggi untuk sembuh. Yang tidak memilih untuk diam dan meratap, pasrah dengan keadaan.
Aku sering berpikir, jika aku diposisi mereka mungkin aku tidak akan sekuat itu.
Awalnya memang berat sekali menjalani jurusan ini, tapi setelah melewati satu bulan luar biasa itu aku merasa bahwa memang benar Allah tidak pernah salah akan skenarioNya. Yang kita benci pun pasti memiliki makna diakhirnya nanti. Tidak ada takdir yang salah alamat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Coffee Break diujung usia Quarter Life Crisis (25)

 Alhamdulillah... menghitung hari akan memasuki usia 26. Rasanya tahun ini sangat berbeda dari tahun sebelumnya, matahari sepertinya sudah j...