Malang adalah salah satu alasan yang membuat saya utuh
sebagai manusia, tempat kenangan dan segala ingatan bermuara. Tempat dimana
perjuangan sebenarnya terasa, doa-doa terapal dan didengar sang Maha Esa. Kota
dimana hampir dengan sempurna menimbun seluruh kesepian kemudian digantikan
dengan tawa riuh rendah yang memecah segala rasa.
Tentang tersenyum dan
mengumpat disela-sela macetnya gajayana – tlogomas – tirto saat jam pulang
kerja, tentang sebuah lingkaran persahabatan yang isinya silih berganti entah
karna tak serasi atau memang tak pernah sehati, tentang cinta yang entah akan
berakhir seperti apa.
Cobalah kendarai motormu dan lewati jalan bandung yang menawarkan
indahnya, kau mungkin tidak pernah paham bagaimana puitisnya malang sampai kau
mengitari jalan soekarno hatta dari ujung hingga ke ujung saat tengah malam
tiba, kemudian singgah di ceker pedas ditepi jalan, menikmatinya dan menyadari
bahwa cinta tak lebih sederhana dari dua orang yang ngobrol ngalor ngidul tanpa
topik yang pasti sambil sesekali mengumpat karna pedasnya ceker tidak bisa dimaklumi.
Saya menemukan cinta pada setiap sudut kota ini, pada setiap
pedagang pinggir jalan dengan gerobaknya yang sederhana tapi mampu memberi
suasana paling romantis dibanding apapun, pada para pedagang bunga yang
menjajakan dagangannya hingga pagi buta, pada setiap peluh yang jatuh menunggu
kemacetan tak kunjung usai disekitar gajayana, pada setiap warung kopi yang
mengantarkan banyak manusia pada jati dirinya, pada senyum mas kasir indomaret
yang sampai mengusirmu karna malam sudah terlalu malam, pada setiap legamnya
aspal malang – batu yang terlalu sering membuatmu harus mendorong motor bahkan
saat dini hari.
Setiap sudut kota ini memberikan sekian banyak kisah. Jikapun
waktu itu akan datang, cerita-cerita ini akan tetap pada tempatnya. Suatu waktu
aku akan kembali, entah untuk mengulang kisah yang baru atau sekedar mengenang betapa
malang tlah memberikan banyak cerita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar